Laman

 photo tabfashion.png photo tabtumblr.png photo tabtutorial.png
 photo tabtutorial.png

Swasembada 2014 Realisasi atau hanya angan-angan belaka?


 oleh: Ima Sarah Nabila
Kebutuhan pokok yang dianggap paling inti adalah pangan. Di Indonesia kebutuhan akan pangan terutama berpusat pada kebutuhan akan beras, karena makanan pokok masyarakat Indonesia adalah nasi. Indonesia akan mengalami ketidakstabilan ekonomi apabila masalah pangan tidak teratasi.

Dalam artikel Kompas kamis, 27 september 2012 diungkapkan Target Presiden Susilo Bambang Yudoyono pada 2010 akan swasembada pangan indonesia antara lain beras, gula, jagung, kedelai, daging sapi, dan garam. Merupakan janji pemerintah atas kedaulatan pangan. Namun sejauh ini terlihat tidak realistis dalam prakteknya. Seolah pemerintah tidak menunjukkan yang serius terhadap pertanian. Dipaparkan dalam artikel itu bahwa target swasembada 2014 terlihat tanpa kekuatan sehingga tidak dapat terealisasikan.

Tingkat persepsi dalam artikel itu terlihat bahwa pemerintah seolah meminggirkan dan tidak konsisten terhadap targetnya. Walaupun merujuk pada tahun 2014 akan datang namun sampai saat ini tidak terlihat realisasi yang nyata terhadap swasembada. Malah sebaliknya justru krisis pangan yang kita hadapi. Dikutip dari Kompas hari Selasa, 16 Oktober 2012  bahwa Indonesia masih harus mengimpor bahan pangan. Sepanjang 2012, impor beras sudah mencapai 1,95 juta ton, jagung sebanyak 2 juta ton, kedelai sebanyak 1,9 juta ton, daging sapi setara 900.000 ekor sapi, gula sebanyak 3,06 juta ton, dan teh sebesar 11 juta dollar. Dalam hal ini terlihat dikatakan krisis pangan karena impor sepangjang tahun 2012 masih merajai pasar dalam negri. Terdapat pertanyaan yang mendasar. Akankah swasembada 2014 menjadi realisasi nyata ataukah hanya angan-angan belaka?

Aliansi Desa Sejahtera pada Hari Pangan Sedunia, Selasa (16/10/2012), menyatakan, Indonesia memiliki 77 jenis sumber karbohidrat, 26 jenis kacang-kacangan, 389 jenis buah-buahan, 75 jenis sumber lemak, dan 273 jenis sayuran.

Sungguh ironi, itulah kata yang pas melihat pasar dalam sektor pertanian indonesia. Indonesia yang merupakan Negara kaya akan Sumber Daya alam yang melimpah, masih harus mengimpor untuk kebutuhan pangannya. Indonesia yang masih tergolong agraris ini ternyata masih menghadapi fakta bahwa pasar dan politik sama-sama meminggirkan sektor pertanian. Sektor ekonomi yang sangat strategis yang merupakan basis ekonomi rakyat dipedesaan. Negara Indonesia Negara agraris yang dulunya merupakan daerah lumbung padi, namun saat ini musna dan berganti menjadi daerah perkantoran dan mall-mall megah disana sini. Sehingga seluruh kebutuhan harus mengimpor dari Negara lain bahkan sampai barang konsumsi.
Menurut saya, ada beberapa masukan yang saya amati dalam upaya pemerintah untuk mencapai targetnya yaitu swasembada 2014. pemerintah seharusnya:
1.      Megambil kebijakan untuk mengurangi impor dan mengekplorasi atau mengembangkan pangan dalam negri sehingga dapat tercipta swasembada 2014.

2.      Petani harus diarahkan untuk menanam atau bercocok tanam terutama padi dengan menentukan atau menetapkan harga dasar jual tersebut yang terjangkau sehingga petani tidak merasa rugi dan tidak pindah menanam komoditas lain.

Indonesia merupakan Negara agraris dan sempat dikenal dengan julukan macan asia karena swasembada pangannya terutama beras pada Era Suharo. Namun saat ini hanya tinggal kenangan. Ada keinginan tahun 2010 dinama Presiden Susilo Bambang Yudoyono mencanagkan target swasembada 2014. Untuk mendukung target pemerintah di tahun 2014. Pemerintah seharusnya lebih memperhatikan dan mengembangkan sector pertanian. Mungkin dapat melalui program bimbingan masal. Program ini sekiranya sudah dimulai sejak awal 1960-an pada Era Suharto (terjadi dalam Repelita) adalah memperkenalkannya pasca usaha tani. Meliputi:
1.      Pengenalan dan percepatan penggunaan varietas unggul padi.
2.      Pemupukan.
3.      Pemberantasan hama dan penyakit.
4.      Pengairan dan
5.      Perbaikan dalam bercocok tanam.
Dengan kebijakan itu, sekiranya ketergantungan Indonesia terhadap beras impor atau impor pangan lainnya menjadi teratasi. Hal ini akan menjadi legitimasi politik bagi pemerintah karena telah mampu menjaga dan memperhatikan kebutuhan pokok rakyatnya. Dalam hal ini akan terjadi keterkaitan produksi pangan terhadap kehidupan ekonomi dan politik Indonesia serta dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat.

sumber: Kompas kamis, 27 september 2012. judul: “Surplus Beras Berbasis Impor”
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...