NEGARA YANG KUAT DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN
Berbicara tentang negara, pengertian atau arti daripada negara itu sendiri adalah sebuah organisasi. Dimana negara memiliki pemimpin.
Negara memiliki warga Negara. Negara memiliki wilayah teritorial.
Negara memiliki hukum atau perundang-undangan. Negara memiliki kedaulatan penuh
atas apa yang dimilikinya. Negara dengan sesama negara haruslah saling mengakui
agar dia sah ada, baik secara fakta (pengakuan secara de facto)
dan pengakuan secara hukum (de yure) atau yuridis. Jika
satu saja dari komponen diatas tidak dipenuhi maka itu bukanlah negara,
melainkan wilayah kosong yang memiliki potensi untuk diperebutkan atau dijajah,
diklaim milik negara tertentu.
Negara yang Kuat
Bagaimana seharusnya negara yang kuat? Hal ini dapat dilihat
melalui beberapa faktor salah satunya negara yang kuat dapat dilihat dari
pemimpinnya. Negara yang kuat adalah negara yang antara pemimpin dengan
rakyatnya memiliki sikap yang sinergis. Pemimpin harus peka dengan
penderitaan rakyatnya, harus tahu apa yang menjadi kebutuhan rakyatnya, dan apa
yang menjadi keinginan rakyatnya. Seorang pemimpin harus demokratis, mengakomodir semua
pendapat baik dari kalangan mayoritas maupun kalangan minoritas.
Demikian juga dengan rakyatnya, harus menjadi penyokong dari negara, menjalan
keharusannya sebagai warga negara dan berpartisipasi dalam setiap agenda
negara.
Pemimpin tidak boleh lemah, dan seorang
yang lemah tidak layak memimpin. Pemimpin harus kuat, namun tidak dalam arti ia
harus mampu melemahkan rakyatnya, melainkan pemimpin harus siap menanggung
beban negara dan beban rakyatnya. Pemimpin yang baik mendengar kritik dan
peringatan dari rakyatnya.
Demikian juga dengan rakyat hendaknya
jangan hanya mau mejadi beban bagi negara, juga ikut meringankan beban
negaranya. Rakyat yang baik harus menjadi yang menguatkan pemimpinnya ketika ia
sedang lemah. Rakyat yang baik adalah yang berani berkata benar ketika
pemimpinnya menjadi zhalim. Dengan demikian negara akan seimbang (balance).
Pemimpin yang lemah adalah berbeda dengan
pemimpin dalam kondisi lemah. Pemimpin yang lemah adalah bukan pemimpin.
Seorang pemimpin adalah tempat bagi rakyatnya mengadu, pengayom bagi rakyatnya,
pelindung bagi rakyatnya. Pemimpin adalah sosok yang mengajak rakyatnya menjalankan
visi negara, menjaga hak-hak rakyat, menjalankan aturan hukum, pembuat
kebijakan yang menjadikan rakyatnya mudah dan tertib.
Orang lemah sejatinya bukan pemimpin.
Seorang yang suka mengeluh, tidak bertanggung jawab, tidak memiliki wawasan
kerakyatan, tidak memiliki akal dan memilah antara apa yang seharusnya dia
lakukan selaku pimpinan. Seorang tidak boleh menampakkan kelemahannya, dan
tidak pantas bagi seorang pemimpin memerintah dengan mengiba kepada orang lain.
Selalu mencitrakan diri dalam kondisi sulit dan dizhalimi, mengadu kepada
rakyat akan permasalahan pribadinya, tidak menyelesaikan urusan negara dengan
baik dan tidak melandaskan kebijakan pada kebutuhan rakyat. Orang yang
berkarakter seperti ini seharusnya tidak boleh memimpin.
Ada perbedaan yang mendasar, antara pemimpin dalam kondisi lemah,
pemimpin yang dalam kondisi lemah sejatinya ia kuat, namun terkadang ia
membutuhkan dukungan dari rakyatnya yang menguatkan, guna mengambil sebuah
keputusan yang berat. Ini adalah kondisi dimana ia ragu mengambil keputusan karena adanya
pertentangan antara kebutuhan serta keinginan rakyat, kebutuhan negara secara
institusi dan keinginan pribadi. Kondisi seperti menuntut pertimbangan akal
yang matang dan sering membuahkan kebimbangan pada diri seorang pimimpin, dan
pada kondisi seperti inilah rakyat harus menyatakan dukungan atas pilihan sikap
pemimpin. Disini rakyat berhak bersuara dengan menggunakan rasionalitas.
Mau tidak mau pemimpin, baik itu raja,
presiden, perdana menteri, ratu, terlepas dari bagaimana sistem pemerintahanya
dia juga seorang manusia. Seorang pemimpin dapat menjadi adil, demokratis,
disenangi lawan maupun kawan, serta dicintai rakyatnya. Terlepas bagaimanapun
cara dia meraih tampuk kepemimpinan, sikap dan tindakan yang diambil, serta prilaku
ditunjukkan ketika dia memimpinlah yang akan menentukan, apakah dia dapat
memimpin Negara dengan baik atau tidak.
Seorang pemimpin negara dalam bentuk apapun
dia tidak boleh tergiring dalam isu, atau keinginan orang-orang di
sekelilingnya. Seorang presiden tidak boleh goyah pendiriannya terhadap
kepentingan rakyatnya, meski ada perbedaan sikap yang didasari kepentingan
dengan orang-orang di sekelilingnya, baik itu partai pengusungnya, ataupun
keluarganya, demikian juga raja, ratu, perdana menteri, bahkan seorang junta
militer sekalipun. Hal ini karena tidak tertutup kemungkinan orang
disekelilingnya itu mengambil sikap berdasarkan nafsu dan kepentingan pribadi.
Demikian juga seorang pemimpin tidak boleh terjerumus dalam keinginan atau
ambisi pribadinya, melainkan harus memiliki pertimbangan yang matang secara
akal, siasat yang tepat serta ketegasan. Sangat berbahaya jika seorang pemimpin
plin-plan serta terbawa arus serta opini yang berkembang. Seorang pemimpin
haruslah memiliki sikap yang didasari pada kepentingan negara dan rakyatnya.
Jika tidak, maka mustahil negara yang kuat dengan rakyatnya yang makmur akan
terbentuk.
Negara yang kuat yaitu negara yang tegak berdiri dengan kokoh
diatas fondasi yang terbuat dari bahan-bahan yang kuat. Fondasi sebuah negara adalah dasar negara dan
sistem-sistemnya adalah konstitusi. Empat pilar negara yaitu Pancasila,
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) dan Bhinneka Tunggal Ika.
Pengertian Dasar Negara
Dasar negara adalah fandemen yang kokoh dan kuat serta bersumber
dari pandangan hidup atau cerminan dari peradaban, kebudayaan, keluhuran, budi
dan kepribadianyang tumbuh dalam sejarah perkembangan indonesia yang diterima
oleh seluruh lapisan masyarakat, yang dijadikan tuntutan hidup bagi bangsanya.
Dasar negara yang kuat diambil dari pandangan hidup bangsanya yang memuat
nilai-nilai luhur budaya bangsa.
Pada dasarnyasetiap negara memiliki dasar negaranya masing-masing
bedasarkan pandangan hidup berbangsa dan bernegara. Dasar negara indonesia
adalah pancasila yang terdiri dari 5 sila sebagai nilai dasar nonmotif bagi
penyelenggaraan negara indonesia, diantaranya adalah :
1.
Ketuhanan
yang Maha Esa.
2.
Kemanusiaan
yang adil dan beradab.
3.
Persatuan
Indonesia.
4.
Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
5.
Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat indonesia.
Pancasila dalam sistem ketatanegaraan semestinya dipandang sebagai
dasar negara sekaligus ideologi negara. Sebagai dasar negara, Pancasila
mengandung makna yuridis kuat sebagai norma dasar. Merupakan nilai dasar,
kerangka berpikir, orientasi, dan cita-cita oleh para penyelenggara negara dan
masyarakat dalam berhukum. Adapun sebagai ideologi negara, Pancasila
merupakan tata nilai yang dianut yang di dalamnya terdapat cita-cita dasar
dalam kehidupan sosial, politik, hukum, ekonomi, dan budaya.
Pengertian Konstitusi Negara
Konstitusi dalam negara adalah sebuah norma sistem politik dan
hukum bentukan pada pemerintahan negara (biasanya dikodifikasikan sebagai
dokumen tertulis). Dalam bentukan negara konstitusi memuat aturan-aturan dan
prinsip – prinsip dasar politik, prinsip-prinsip dasar hukum termasuk dalam
bentukan struktur, prosedur, wewenang, dan kewajiban pemerintahan negara.
Konstitusi berasal dari kata constituer (prancis) yang
berarti membentuk. Menurut Ormadi S. Diponolo kata konstitusi dalam bahasa
inggris dan prancis yang berarti dasar susunan badan. Sedangkan dalam bahasa
Belanda disebut dengan istilah Gbundwet yang berarti Undang-undang Dasar.
Pengertian konstitusi di Indonesia dibagi menjadi dua :
1.
Menggambarkan
keseluruha sistem ketatanegaraan suatu negara.
2.
Konstitusi
diberi arti sempit yang tidak mengambarkan keseluruhan kumpulan peraturan, baik
yang tertulis maupun tidak tertulis.
Hakikat dasar negara
Hans Kelsen, norma-norma hukum itu bertigkat dan berlapis-lapis
dalam suatu tata urutan tertentu. Suatu norma yang lebih rendah akan berdasar,
bersumber dan berlaku pada norma yang lebih tinggi, norma yang lebih tinggi
lagi dan seterusnya. Norma tertinggi itu disebut norma dasar, yang
ditetapkanoleh masyarakat sebagai tempat bergantung norma-norma dibawahnya
disebut juga TEORI JENJANGNORMA HUKUM (stufsen theorie).
Hans Nawalasky, menghubugkan teorijenjang norma hukum dalam
kaitannya dengan negara. Menurutnya, norma hukum dalam suatu negara disebut
dengan norma fundamental negara (staafundamental norm). Kelompok norma hukum
Hans :
·
Sraafundamental
norm, Fundamental negara.
·
Sraafgrundamental
norm, aturan dasar atau pokok negara.
·
Verordnung
dan auton ome satung, aturan pelaksanaan dan aturan autonom.
Kaitan dasar negara dan Konstitusi
Kaitan anatara dasar negara dan konstitusi tampak pada gagasan
dasar, cita-cita, dan tujuan negara yang terkandung dalam mukadhimah
atau pembukaan Undang Undang Dasar suatu negara.
Pembukaan UUD 1945 merupakan suatu kebatinan negara. Pembukaan
memuat asas kerohanian negara, asas politik negara, asas tujuan negara, serta
menjadi dasar hukum dari pada undang-undang. Pancasila dengan batang tubuh
merupakan wujud yudiris konstitusional tentang suatu yang telah dirumuskan
dalam pembukaan. Dalam pembukaan UUD 1945 terdapat rumusan pancasila yang amat
jelas kedudukannya sebagai sumber hukum tata negara.
Adapun peraturan perundangan negara indonesia adalah :
·
UUD
1945
·
Ketetapan
MPR Republik Indonesia
·
Undang-
undang
·
Peraturan
pemerintah pengganti undang-undang
·
Peraturan
pemerintah
·
Keputusan
presiden
·
Penraturan
daerah
Jadi pancasila sebagai dasar negara merupakan sumber hukum dasar
bagi penyusunan perundangan negara. UUD 1945 merupakan peraturan tertinggi negara indonesia yang bersumberkan pada
pancasila.
Fungsi konstitusi
Menurut paham konstutisionalisme konstitusi merupakan suatu lembaga
yang mempunyai fungsi khusus yaitu :
·
menentukan
dan membatasi kekuasaan pemerintah
·
menjamin
hak-hak asasi warga negara
konstitusi dianggap sebagai perwujudan dari hukum tertinggi yang
harus dipatuhi oleh negara dan pejabat-pejabat pemerintah.