Laman

 photo tabfashion.png photo tabtumblr.png photo tabtutorial.png
 photo tabtutorial.png

Anak Ojek payung

            Langit sangat kelabu di hiasi butiran air yang menetes. Hujan mewarnai suasana kampus seolah tak memberi celah padaku untuk pulang. Sedikit demi sedikit butirannya turun dengan riang. Tak sedikitpun matahari berani nenampakkan cahayanya. Hingga air jatuh dengan deras membasahi bumi. Aku berlari dalam puing-puing hujan mencoba menemukan tempat berteduh. Jilbab yang kukenakan terasa basah menembus rambutku hingga menyentuh kulit kepala. Bajuku pun terasa lepek di ciprati air hujan. Lunglai ketika melewati parkiran kampus. Sesekali melirik teman berada dalam mobil tanpa memperdulikan hujan. Terlintas dalam pikiran 'andainya aku seperti itu, aku tak mungkin hujan2an' berandai-andai dalam benakku. Langkahku semakin pasti ketika berhasil melintasi sudut gerbang kampus. Dari kejauhan terlihat sesosok anak kecil berlari menghampiriku. Seorang anak kecil setengah baya yang masih memakai celana seragam sekolah berwarna merah. Ia melepaskan payung yang ia bawa dan menjulurkannya padaku berharap aku akan menerimanya. Ku ambil panyung yang ia genggam sambil melanjutkan langkahku. Sesekali ku melihat anak itu lirih gemetar menahan dinginnya udara. Mengenggam jari-jari tangannya dan mengusapnya sambil menggigil. Kakinya pun telanjang tanpa alas, terlihat sakit menerpa bebatuan. Dengan rasa iba, ku gerakkan payung kearah sebelahku untuk melindunginya.
sumber foto dari google

"Ih_ sudah saya mah tak apa ka! saya sudah biasa kehujanan". Kata anak itu sambil tersenyum.

"Lho ko gitu dek? apa kamu tak sakit?" Tanyaku kemudian.

            Tak ada jawaban yang ia keluarkan dari mulutnya. Ia hanya diam seribu bahasa. Mungkin ada sesuatu yang tak ingin ia ungkapkan. Rasa hening tercipta dalam langkah kami. Suara bising diwarnai butiran air hujan yang jatuh. Ku hentikan langkah kaki di depan halte bus. Ku ajak ia duduk di sudut halte. Terlihat kegelisahannya menunggu upah dariku sebagai jasa 'ojek payung'. Aku sibuk merogoh tas yang sedang aku genggam. Uang selembaran kutemukan disudut dompetku.

"Adek pulang sekolah? sekolahnya kelas berapa dek?" Kataku sambil menyodorkan uang kepadanya.

"Iya kak, dulu pernah sekolah tapi sekarang udah enggak". Jawabnya.

"Lho?? ko bisa?? kenapa??" Tanyaku heran.

"Sejak ibu sakit, saya tak bisa sekolah lagi kak, karna tak ada biaya. Semenjak bapak meninggal, ibu yang cari uang untuk kami. Tapi sekarang ibu sakit, jadi tak ada yang cari uang. Saya anak pertama kak jadi harus mengurus ibu dan 2 adik saya yang masih kecil".

"Jadi adek kerja?" Aku semakin penasaran.

"Iya kak. Dari pagi sampai sore saya harus cari uang untuk makan sehari-hari. Subuh-subuh saya pergi ke pasar untuk membantu mengangkat barang-barang dipasar, siangnya saya berkeliling pasar untuk meminta sisa-sisa minyak sayur ke warung-warung untuk dijual lagi. Terus saya ngamen dan kalo turun ujan saya begini kak". Jelasnya.

               Astagfirullah.... seakan jantungku berhenti berdetak. Miris hati ini mendengar ceritanya. Tak terasa air mata ini menetes di wajahku. Suatu ketegaran yang telah ku saksikan. Tak ada kesedihan yang tertera di wajahnya. Tetapi sebuah harapan yang kulihat dalam benaknya berharap semua ini kan berganti.

"Adek ga capek atau sakit setiap hari harus begitu?" Tanyaku sambil menghapus air mata berharap ia tak melihatnya.

"Yah_ kalo ditanya begitu mah pasti lah kak, tapi gak bisa ngeluh. Kalo bukan saya yang cari uang, siapa lagi? adek2 saya masih pada kecil kak. Kadang kalo saya merasa capek, saya langsung berziarah ke kuburan bapak. Sambil doa, kadang merenung 'kenapa bapak ninggalin kita duluan?'. Saya juga pingin sekolah dan hidup normal kayak anak-anak lain. Tapi gimana lagi?" jelasnya dengan suara kecil.

"Ibu tahu apa yang ade kerjakan?"

"Iya. Ibu juga mengerti apa yang saya kerjakan, pesen ibu gak boleh tinggalin solat dan selalu berdoa sama ALLAH biar ibu cepet sembuh". Jawabnya sedih merundukkan wajahnya.

"Emang ibu kerja apa dek?"

"Ibu jualan, itu juga klo ada modal. Klo ga ada, biasanya ngutang dulu sama tetangga. Yah_ kita mah orang kecil kak. Ga berharep banyak deh, cukup untuk makan itu udah Alhamdulillah. Pinginnya sih, bisa sekolah lagi kayak dulu. Apalagi klo kayak kakak sampe sarjana". Tangkasnya sedih memupus harapan.

                Subhanallah.... Subhanallah.... Ceritanya menggentarkan diriku. Mencabik-cabik kesombonganku, runtuh bersama keegoisanku. Tak ada kata-kata lagi yang dapat kukeluarkan dari mulutku. Hati ini mendorong tanganku meraba dompet berharap ada uang sisa dari uang jajanku. Alhamdulillah... beberapa lembar kutemukan dan menyisakan separuh untuk ongkos pulang.

"Dek, ini ambil untuk berobat ibu. Maaf kakak cuma punya segini mudah-mudahan bisa bantu yah". Kataku sambil menyodorkan beberapa lembar uang.

         Kata-kataku membuyarkan lamunanya, dengan muka heran ia melihatku penasaran. Melihat matanya yang berbinar, dan sedikit senyum menghiasi wajahnya. Air mata ini sudah tidak bisa ku bendung lagi.

"Udah... ambil aja dek, kakak cuma mau bantu kamu, tapi maaf hanya bisa segini. Mudah-mudahan ibumu cepet sembuh yah... Jangan putus asa, yakin aja ALLAH pasti mendengar doa-doamu. kakak doakan Insya allah suatu saat akan berubah menjadi lebih baik. amin.. Kakak pergi dulu ya dek....."

                 Kugenggam tangannya dan kuletakkan uang itu diatas jemarinya. Aku melangkahkan kakiku dan segera berpaling. Berharap ia tak melihat air mataku. Ia memanggilku dan terdengar kata terima kasih yang ia ucapkan. Segera aku menaiki bus menjauh darinya berharap tidak membuatnya sedih.

                Suara gemuruh kilat sudah tak terdengar. Hujan yang sempat turun dengan lebat seketika berhenti. Rintik-rintik hujan yang masih senang bernari-nari membasahi bumi. Terdiam sejenak meratapi jalan2 yang basah dibalik kaca jendela bus. Masih teringat dalam benakku ketika bapakku pergi beberapa tahun lalu. Teringat jelas dalam benakku bagaimana ibu berjuang untuk menyekolahkanku. Sangat jelas sekali, saat ini pun ibuku sedang sakit. Namun apa yang terjadi pada diriku?? Aku masih bisa makan, aku masih sekolah bahkan ketingkat yang lebih tinggi. Suatu hal yang tak pernah kubayangkan, kehidupan anak itu sama dengan apa yang kualami sampai saat ini. Subhanallah..... Aku lebih beruntung darinya. Air mata ini terus mengalir membasahi pipiku. Beberapa huruf yang ingin ku ucapkan terasa asing dilidah. Seakan ku tak pernah mengucapkannya. "Alhamdulillah" kata itu gumam dalam hatiku. Mengapa??? sampai saat ini aku tak pernah bersyukur. Aku selalu megeluh dengan hidupku. Selalu mengeluh jika semua tak seperti apa yang kuinginkan.  Astagfirullah..... istigfar terasa dalam hati, tak tahu apa yang kurasakan seolah keegoisanku gemuruh tergulung ombak. Kesombonganku tercacah dengan pisau-pisau yang tajam. Merenung di kebisingan suasana dalam bus.  Terdengar suara kondektur yang berusaha meminta ongkos memecahkan lamunanku.

Alarm HP bunyi dari tasku terdengar suara adzan menandakan waktu ashar tiba. Beberapa note di Hp terbuka tertera bacaan Al-qur'an surat Ar-rahman berbunyi


"Fabiayyi  aaLaaai Rabbikumaa tukadzzibaan" artinya "Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kau dustakan?"

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...