Karl Marx
merupakan salah satu tokoh filsafat barat modern yang berpengaruh. Pemikiran
filosofinya digunakan sebagai ideologi di beberapa negara Eropa,
Asia, Afrika, Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Karl Marx, pelopor utama gagasan
sosialisme ilmiah ini dilahirkan tahun 1818 di kota Trier Jerman, ayahnya
seorang ahl hukum. Karl Marx menempuh kuliahnya di
Universitas Bonn
dengan mengikuti jejak ayahnya yakni untuk menjadi seorang ahli dibidang hukum.
Kemudian dia pindah ke universitas Berlin dan kemudian dapat gelar Doktor dalam
ilmu filsafat dari universitas Jena.
Hasil pemikiran Karl Marx tidak terlepas dari
situasi yang terjadi abad 18 dan 19 yaitu perkembangan industri sebagai dampak dari
revolusi industri yang diawali di Inggris. Marx melihat ada kejanggalan
masyarakat yang dijumpainya karena muncul ketidakadilan dan manusia terasing
dari dirinya sendiri. Keterasingan ini sebagai dampak dari hak milik pribadi
atas alat-alat produksi. Hak milik atas alat-alat produksi telah menjadikan
perbedaan kelas antara kelas atas dan kelas bawah. Bentuk stuktur dan hubungan
yang terjadi dalam bidang ekonomi ini dicerminkan dalan struktur kekuasaan
dibidang sosial politik dan ideologi.
Munculnya kelas-kelas sosial dan hak
milik atas alat-alat produksi disebabkan karena usaha manusia untuk mengamankan
dan memperbaiki. Usaha ini dilakukan dengan pembagian kerja yang semakin
spesialis. Masyarakat terbagi menjadi 2 yakni kelas penguasa dan pekerja.
Pembagian yang semakin spesialis inilah
yang akhirnya membuat perbedaan tajam antara hidup seseorang yang berada
dikelas penguasa dan kelas bawah. Oleh karena itu Marx didalam bukunya “The
communist manifesto” berusaha mengubah paham kapitalis menjadi komunis. Namun hal itu
tidak semudah merubah keadaan yang pada awalnya menganut paham kapitalis
menjadi sebuah keadaan tanpa hak atas milik pribadi.
Karl Marx bukanlah ilmuan politik pertama yang melakukan kajian
intensif tentang konsep kelas-kelas sosial. Bertahun-tahun sebelum mereka sejarawan
borjuasi telah melakukan kajian tentang konsep itu. Mereka mempelajarinya dalam
konteks anatomi perjuangan kelas dan tahap-tahap perkembangan
kapitalisme dalam masyarakat industri di Eropa, diantara yang terkemuka adalah
Robert Owen. Owen mendalami konsep kelas-kelas sosial dan perjuangan kelas dan
menjadikannya sebagai tema sentral berbagai penelitian sosialnya. Itu diakui
oleh Marx sendiri. Marx mengatakan bahwa ia tidak memiliki kelebihan apapun
dengan keberhasilannya menemukan konsep-konsep tentang kelas sosial dan
pertarungan antarkelas dalam masyarakat modern.
Di Barat, pemikiran Marx berkembang menjadi suatu aliran baru yang dinamakan ’New Left’ (kiri baru). Para penganutnya adalah kaum intelektual yang bergerak aktif di kampus-kampus terkemuka Eropa dan Amerika. Dalam tulisan ini penulis mencoba menguraikan beberapa segi penting teori perjuangan kelas Marx seperti yang ditulis mereka dalam beberapa karyanya, di antaranya, The Manifesto of Communist Party dan The Eighteen Brumaire of Bonaparte.
MANIFESTO OF COMMUNIST PARTY
Konsep perjuangan kelas Marx dapat dengan mudah ditelusuri dalam karyanya, ditulis bersama Engels, "Manifesto Partai Komunis". Untuk waktu yang cukup lama tulisan Marx dan Engels ini memperoleh popularitas luar biasa sejak pertama kali diterbitkan. Bagi kaum Marxis fanatik, tulisan ini telah manjadi kitab suci disamping karya Marx yang lain, The Capital.
Pemikiran perjuangan kelas Marx dan Engels pada halaman pertama buku itu. Rumusannya sederhana:
”sejarah dari semua masyarakat yang ada sampai saat ini merupakan cerita dari perjuangan kelas. Kebebasan dan perbudakan, bangsawan dan kampungan, tuan dan pelayan, kepala sesrikat kerja dan para tukang, dengan kata lain, penekan dan yang ditekan, berada pada selalu posisi yang bertentangan satu asm lainnya, dan berlangsung tanpa terputus.”
Dari kalimat itu tersirat beberapa pemikiran penting Marx dan Engels. Pertama, bahwa gagasan sentral dan yang ada dibalik pernyataan itu adalah fakta bahwa sejarah umat manusia diwarnai oleh perjuangan atau pertarungan diantara kelompok-kelompok manusia. Dan dalam bentuknya yang transparan, perjuangan itu berbentuk perjuangan kelas. Menurut Marx bersifat permanen dan merupakan bagian inheren dalam kehidupan sosial.
Kedua, pernyataan ini juga mengandung preposisi bahwa dalam sejarah perkembangan masyarakat selalu terdapat polarisasi. Suatu kelas selalu berada dalam posisi bertentangan dengan kelas-kelas lainnya. Dan kelas yang saling bertentangan ialah kaum penindas dan kaum yang tertindas. Marx berpendapat bahwa dalam proses perkembangannya, masyarakat akan mengalami perpecahan dan kemudian akan terbentuk dua blok kelas yang saling bertarung, kelas borjuasi kapitalis dan kelas proletariat.
Hubungan eksploitatif antara kedua kelas itu menurut Marx akan menciptakan antagonisme kelas yang pada akhirnya akan melahirkan krisis revolusioner. Bila situasi sudah demikian, maka kelas pekerja melalui proses sosial tertentu akan menjadi kelas yang revolusioner. Mereka menjadi kelas yang menghendaki perubahan struktural, mengambil alih kekuasaan dengan paksa dan melakukan perubahan struktur sosial secara revolusioner.
Marx berharap kelas pekerja menjadi kelas penguasa bila berhasil merebut kekuasaan dari kaum borjuasi kapitalis dan memusatkan semua alat-alat produksi di tangan kelas pekerja. Akhir kaum pekerja menentang kelas kapitalis adalah terciptanya masyarakat tanpa kelas. Masyarakat tanpa kelas, menurut Marx, ditandai oleh lenyapnya perbedaan-perbedaan kelas dan produksi dikuasai oleh bangsa serta kekuasaan negara akan kehilangan karakter politiknya. Maksudnya, sistem kekuasaan itu tidak lagi bersifat opresif dan menindas masyarakat.
Di Barat, pemikiran Marx berkembang menjadi suatu aliran baru yang dinamakan ’New Left’ (kiri baru). Para penganutnya adalah kaum intelektual yang bergerak aktif di kampus-kampus terkemuka Eropa dan Amerika. Dalam tulisan ini penulis mencoba menguraikan beberapa segi penting teori perjuangan kelas Marx seperti yang ditulis mereka dalam beberapa karyanya, di antaranya, The Manifesto of Communist Party dan The Eighteen Brumaire of Bonaparte.
MANIFESTO OF COMMUNIST PARTY
Konsep perjuangan kelas Marx dapat dengan mudah ditelusuri dalam karyanya, ditulis bersama Engels, "Manifesto Partai Komunis". Untuk waktu yang cukup lama tulisan Marx dan Engels ini memperoleh popularitas luar biasa sejak pertama kali diterbitkan. Bagi kaum Marxis fanatik, tulisan ini telah manjadi kitab suci disamping karya Marx yang lain, The Capital.
Pemikiran perjuangan kelas Marx dan Engels pada halaman pertama buku itu. Rumusannya sederhana:
”sejarah dari semua masyarakat yang ada sampai saat ini merupakan cerita dari perjuangan kelas. Kebebasan dan perbudakan, bangsawan dan kampungan, tuan dan pelayan, kepala sesrikat kerja dan para tukang, dengan kata lain, penekan dan yang ditekan, berada pada selalu posisi yang bertentangan satu asm lainnya, dan berlangsung tanpa terputus.”
Dari kalimat itu tersirat beberapa pemikiran penting Marx dan Engels. Pertama, bahwa gagasan sentral dan yang ada dibalik pernyataan itu adalah fakta bahwa sejarah umat manusia diwarnai oleh perjuangan atau pertarungan diantara kelompok-kelompok manusia. Dan dalam bentuknya yang transparan, perjuangan itu berbentuk perjuangan kelas. Menurut Marx bersifat permanen dan merupakan bagian inheren dalam kehidupan sosial.
Kedua, pernyataan ini juga mengandung preposisi bahwa dalam sejarah perkembangan masyarakat selalu terdapat polarisasi. Suatu kelas selalu berada dalam posisi bertentangan dengan kelas-kelas lainnya. Dan kelas yang saling bertentangan ialah kaum penindas dan kaum yang tertindas. Marx berpendapat bahwa dalam proses perkembangannya, masyarakat akan mengalami perpecahan dan kemudian akan terbentuk dua blok kelas yang saling bertarung, kelas borjuasi kapitalis dan kelas proletariat.
Hubungan eksploitatif antara kedua kelas itu menurut Marx akan menciptakan antagonisme kelas yang pada akhirnya akan melahirkan krisis revolusioner. Bila situasi sudah demikian, maka kelas pekerja melalui proses sosial tertentu akan menjadi kelas yang revolusioner. Mereka menjadi kelas yang menghendaki perubahan struktural, mengambil alih kekuasaan dengan paksa dan melakukan perubahan struktur sosial secara revolusioner.
Marx berharap kelas pekerja menjadi kelas penguasa bila berhasil merebut kekuasaan dari kaum borjuasi kapitalis dan memusatkan semua alat-alat produksi di tangan kelas pekerja. Akhir kaum pekerja menentang kelas kapitalis adalah terciptanya masyarakat tanpa kelas. Masyarakat tanpa kelas, menurut Marx, ditandai oleh lenyapnya perbedaan-perbedaan kelas dan produksi dikuasai oleh bangsa serta kekuasaan negara akan kehilangan karakter politiknya. Maksudnya, sistem kekuasaan itu tidak lagi bersifat opresif dan menindas masyarakat.
Pemikiran Karl Marx mengenai teori perjuangan kelas dalam
buku nya Manifesto of The Communist Party menjadikan para sejarawan Marxis dan
non-Marxis mengakui beberapa pemikiran Marx di dalam buku itu. Di antaranya
yaitu:
1. Keberadaan
kelas tak terpisahkan dari fase sejarah tertentu dari perkembangan produksi kapitalis.
2. Bahwa perjuangan kelas jelas
mengarah pada diktator kaum proletariat.
3. Bahwa kediktatoran itu sendiri
hanyalah transisi menuju penghapusan seluruh kelas-kelas sosial dan pada
akhirnya menuju pada terbentuknya masyarakat tanpa kelas.
THE EIGHTEEN BRUMAIRE OF LOUIS BONAPARTE
Marx menulis The Eighteen Brumaire Of Louis Bonaparte sendiri tanpa Engels. Meskipun diakuinya secara tidak langsung sangat mempengaruhi gagasan-gagasan yang terdapat dalam buku itu. Berbeda dengan Manifesto dimana Marx tidak melakukan pengujian atas teori perjuangan kelas, dalam The Eighteen Brumaire Of Louis Bonaparte Marx justru melakukan pengujian teoritis secara sungguh-sungguh. Ia mencoba menilai sejauh mana teorinya mengenai perjuangan kelas dan revolusi proletariat cocok dengan realitas historis spesifik, yaitu kasus kudeta Napoleon III. Dari kegagalan kudeta Napoleon III itu Marx memiliki kesempatan untuk melakukan pengujian teori pejuangan kelasnya, melihat apakah teorinya tentang konflik permanen antara borjuasi dan proletariat terjadi sesuai dengan apa yang di teorikannya serta melakukan penilaian terhadap hasil penelitian ilmuan lainnya seperti Proudhon dan Victor Hugo.
THE EIGHTEEN BRUMAIRE OF LOUIS BONAPARTE
Marx menulis The Eighteen Brumaire Of Louis Bonaparte sendiri tanpa Engels. Meskipun diakuinya secara tidak langsung sangat mempengaruhi gagasan-gagasan yang terdapat dalam buku itu. Berbeda dengan Manifesto dimana Marx tidak melakukan pengujian atas teori perjuangan kelas, dalam The Eighteen Brumaire Of Louis Bonaparte Marx justru melakukan pengujian teoritis secara sungguh-sungguh. Ia mencoba menilai sejauh mana teorinya mengenai perjuangan kelas dan revolusi proletariat cocok dengan realitas historis spesifik, yaitu kasus kudeta Napoleon III. Dari kegagalan kudeta Napoleon III itu Marx memiliki kesempatan untuk melakukan pengujian teori pejuangan kelasnya, melihat apakah teorinya tentang konflik permanen antara borjuasi dan proletariat terjadi sesuai dengan apa yang di teorikannya serta melakukan penilaian terhadap hasil penelitian ilmuan lainnya seperti Proudhon dan Victor Hugo.
Engels menjelaskan motivasi yang membuat Marx tertarik
melakukan kajian itu. Menurutnya, Perancis adalah suatu negara lebih dari
negara manapun di dunia ini yang mengalami perjuangan historis yang sangat
menentukan bagi kelangsungan keberadaan kelas proletarian. Di negara inilah
perjuangan hidup dan mati kaum proletar melawan borjuasi kapitalis dalam
bentuknya yang paling akut, ironis dan tragis, suatu bentuk pertarungan sejarah
yang tidak terjadi di negara manapun. Penting diketahui bahwa kasus kegagalan
kudeta Napoleon III ini juga telah di kaji oleh Victor Hugo dan Proudhon.
Tetapi Marx tidak setuju dengan kajian mereka. Menurutnya, Hugo menyajikan
peristiwa bersejarah itu sebagai tindakan kekerasan yang dilakukan individu,
jadi peristiwa itu terjadi karena peranan tunggal seorang tokoh sejarah, hal
ini mengisyaratkan bahwa sejarah di tentukan oleh orang-orang besar. Hal inilah
yang membuat Marx menolak pendekatan teoritis Hugo dan menyatakan bahwa proses
sejarah seperti perjuangan kelas, kudeta, dan revolusi sosial.
MENGAPA REVOLUSI ITU GAGAL?
Suatu revolusi sudah pasti memliki aktor-aktornya. Dalam revolusi 1848-1851 yang menjadi pelaku utama adalah kaum borjuasi. Mereka terdiri dari kaum aristrokasi pemilik modal, borjuasi industrial, kelas menengah, angkatan bersenjata, lumpen proletariat, kaum cendekiawan, kaum agama, dan penduduk pedesaan. Mereka berhadapan dengan kaum proletariat terdiri dari para petani, para pekerja kota Paris, dan sejumlah pemimpin sosialis. Inilah kelas-kelas sosial yang menurut Marx merupakan aktor utama revolusi Bonaparte.
Revolusi itu digambarkan melalui tiga fase berikut. Pertama, fase yang berlangsung dari 24 Februari-4 Mei 1848 ketika pemerintahan provinsial Louis Philip maupun monarkinya ditumbangkan melalui gerakan pemberontakan. Fase ini merupakan prolog revolusi Bonaparte III. Fase kedua, dari Mei 1848 sampai Mei 1849 ketika terjadinya pertemuan kaum konservatif, reaksioner, dan monarkis dalam suatu sidang konstituante, letupan sosial dalam bentuk pertemuan terjadi Juni 1848 ketika dewan itu bertarung melawan pemerintahan provinsial sosialis dan terjadinya pemberontakan kaum proletar dengan para anggota dewan. Fase ketiga, dimulai ketika Lois Bonaparte terpilih sebagai penguasa Prancis Desember 1848 yang kemudian diikuti oleh berakhirnya Dewan konstituante.
Dalam revolusi berdarah itu kaum proletar dikalahkan. Pemberontakan mereka terhadap kekuasaan rezim despotik lama di bulan Juni 1848 mengakibatkan tiga ribu rakyat dibantai secara kejam dan setelah revolusi tidak kurang dari lima belas ribu lainya dibuang tanpa melalui proses pengadilan. Menurut Marx dengan kekalahan ini suatu tahap revolusioner perjuangan proletar surut kebelakang. Kegagalan kelas proletariat menurut Marx disebabkan orang-orang Prancis tidak bisa melepaskan dirinya dari belenggu mimpi buruk yang menakutkan warisan revolusi Perancis 1789.
Kegagalan itu juga karena para pemimpin gerakan proletariat tidak mengetahui bagaimana cara mengeksploitasi situasi-situasi genting sejak Februari sampai Mei 1848 untuk kepentingan gerakan revolusioner. Mereka juga tidak paham apa sebenarnya keinginan dan aspirasi mereka sendiri, apakah yang dicita-citakan itu sebuah revolusi sosial ataukah bentuk pemerintahan yang yang konstitusional. Ketidakjelasan cita-cita dan ketidakmengertian mereka itu membuat arah perjuangan mereka tak terarah. Faktor kepemimpinan gerakan juga merupakan penyebab kegagalan lain revolusi proletar itu. Pada saat-saat genting ternyata tidak terdapat pemimpin yang memimpin gerakan melawan kaum borjuasi. Keadaaan ini diperparah oleh ketidakpahaman massa akan prinsip-prinsip dinamika revolusi dan aksi-aksi revolusioner serta terbatasnya jumlah massa rakyat yang terlibat dalam gerakan revolusi. Dengan kata lain, revolusi proletar itu bukanlah meminjam istilah revolusi massa.
MATERIALISME SEJARAH
Menurut Marx sejarah umat manusia sejak zaman primitif dibentuk oleh faktor-faktor kebendaaan. Awal sejarah manusia dimulai dengan adanya pemilikan pribadi yang kemudian menimbulkan pertarungan memperebutkan materi atau kekayaan ekonomi. Materi atau bendalah yang menjadi faktor konstitutif proses sosial politik historis kemanusiaan. Marx menyangkal argumen Hegel maupun Weber yang melihat faktor non-bendawi, roh, dan gagasan berpengaruh dan menentukan sejarah. Inilah paham materialisme sejarah Marx.
Untuk memahami materialisme sejarah, kita juga perlu memahami bagaimana paham materialisme Marx. Materialisme adalah faham serba benda. Bertitik tolak dari asumsi itu, Marx meyakini bahwa tahap-tahap perkembangan sejarah ditentukan oleh keberadaan material. Bentuk dan kekuatan produksi meterial tidak saja menentukan proses perkembangan dan hubungan-hubungan sosial manusia, serta formasi politik, tetapi juga pembagian kelas-kelas sosial. Marx berpendapat bahwa hubungan-hubungan sosial sangat erat kaitannya dengan kekuatan-kekuatan produksi baru manusia akan mengubah bentuk-bentuk atau cara produksi mereka.
Jadi, materi baik dalam bentuk modal kekuatan-kekuatan maupun alat-alat produksi merupakan basis sedangkan kehidupan sosial, politik, filsafat, agama, seni, dan negara merupakan suprastruktur.
NEGARA, ALAT PENINDASAN?
Mengapa Marx begitu skeptis terhadap negara? Ada beberapa alasan Marx menilai terjadinya eksploitasi kelas borjuis kapitalis terhadap kelas proletar antara lain karena eksistensi negara. Negara ternyata dijadikan alat penindasan itu. Bagi kelas borjuis, negara digunakan semata-mata untuk memperkuat status-quo dan hegemoni ekonomi dan politik mereka. Kelas proletar, karena tidak menguasai alat dan mode produksi, yang merupakan sumber kekuasaan itu, tidak memiliki akses sedikit pun terhadap negara. Mereka tidak merasa memiliki negara dan terealisasi dari lembaga politik itu. Negara, dengan demikian, bagi Marx ibarat ’monster’ menakutkan.
AGAMA: CANDU RAKYAT DAN ALAT PENINDASAN?
’Agama adalah candu untuk rakyat’ ini merupakan kata-kata Marx ketika ia mengemukakan pandanganya tentang agama. Kata-kata itu merupakan kritiknya terhadap agama. Istilah ’candu’ menunjukan sinisme dan antipati Marx yang akut terhadap agama. Candu mengalihkan perhatian rakyat dari kenyataan sejarah dan melarikan diri dari padanya. Tuhan yang diajarkan agama menjadi tempat pelarian manusia, padahal semua persoalan kehidupan manusia harus bertitik tolak dari manusia dan kembali kepada manusia sendiri. Jadi, Tuhan bukan manusia yang menjadi pusat kehidupan. Menurut Marx agama tidak menjadikan manusia menjadi dirinya sendiri, melainkan menjadi sesuatu yang berada di luar dirinya. Inilah yang menyebabkan manusia dengan agama itu menjadi mahluk yang terasing dari dirinya sendiri. Agama adalah sumber keterasingan manusia.
KESIMPULAN
Karl Marx merupakan salah satu tokoh tentang teori
perjuangan kelas atas kaum borjuis dengan kaum proletariat. Hal ini disebabkan
karena adanya penindasan yang cukup lama dalam segi ekonomi oleh kaum borjuis
yang kapitalis sehingga menguasi alat-alat produksi dan menjadikan kaum
proletariat hanya sebagai buruh atau kaum yang di tindas sebagai pekeja untuk
keberhasilan kaum borjuis. Teori perjuangan kelasnya di tuangkan dalam beberapa
buku di antaranya manifesto of the communist party yang menjelaskan tentang
bagaimana teori perjuangan kelas antara kaum proletariat terhadap kaum borjuis.
Dan buku yang kedua yaitu The Eighteen Brumaire Of Louis Bonaparte yang di dalam
nya berisika tentang pengujian teori perjuangan kelas.
Dalam teori perjuangan kelas nya konsep-konsep yang
mendukung antara lain materialisme sejarah, negara, dan agama yang
masing-masing konsep tersebut di jadikan sebagai alasan dan bukti teori
perjuangan kelas.
Daftar Pustaka
Suhelmi, Ahmad. 2001. Pemikiran Politik Barat. Jakarta.
Gramedia.
0 komentar:
Post a Comment