Privatisasi
adalah menjual perusahaan negara didalam periode krisis. Tujuannya adalah
melindungi perusahaan negara dari interversi kekuatan-kekuatan politik dan
melunasi pembayaran utang luar negri.
Secara teori, privatisasi membantu terbentuknya
pasar bebas, mengembangnya kompetisi kapitalis, yang oleh para pendukungnya
dianggap akan memberikan harga yang lebih kompetitif kepada publik. Sebaliknya, para sosialis menganggap
privatisasi sebagai hal yang negatif, karena memberikan layanan penting untuk
publik kepada sektor privat akan menghilangkan kontrol publik dan mengakibatkan
kualitas layanan yang buruk, akibat penghematan-penghematan yang dilakukan oleh
perusahaan dalam mendapatkan profit.
Privatisasi, dalam perspektif
nasionalisme memegang peranan penting dalam pembangunan perekonomian nasional.
Penjualan aset publik kepada pihak swasta mengurangi peran pemerintah dalam
mengalokasikan sumber daya publik kepada masyarakat. Orientasi pembangunan yang
mengacu kepada pertumbuhan ekonomi yang pesat menuntut partisipasi pihak swasta
dan asing untuk secara aktif terlibat dalam proses pembangunan nasional.
Pertimbangan dan tujuan dari
privatisasi dari setiap negara berbeda-beda, pertimbangan aspek politis yang
utama dari privatisasi mencerminkan adanya kesadaran bahwa beban pemerintah
sudah terlalu besar, sementara sektor swasta lebih dapat melakukan banyak hal
secara efisien dan efektif dibandingkan dengan lembaga pemerintah dan
kegiatan-kegiatan yang terkait bisnis. Pandangan dari sisi manajemen puncak
perusahaan, tujuan privatisasi lebih ditekankan kepada manfaat terhadap
pengelolaan perusahaan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Privatisasi sebagai salah satu
isu yang sangat penting dalam upaya mewujudkan demokratisasi ekonomi yang
melibatkan pihak swasta baik swasta nasional maupun asing, untuk secara aktif
terlibat dalam proses pembangunan.
Dalam analisis ini teori yang diambil dari teori Ekonomi Politik
adalah:
Teori Pilihan
Rasional.
Buchanan (1972) menjelaskan bahwa
Teori Pilihan Rasional adalah teori ekonomi neoklasik yang diterapkan pada
sektor publik yang mencoba menjembatai antara ekonomi mikro dan politik dengan
melihat pada tindakan warga, politisi, dan pelayan publik sebagai analogi
terhadap kepentingan pribadi dan konsumen.
Adam Smith, pengarang The
Wealth of Nation (1776), menjelaskan bahwa “orang betindak untuk
mengejar kepentingan pribadi mereka, melalui mekanisme “the invisible
hand” menghasilkan keuntungan kolektif yang memberi manfaat pada seluruh
masyarakat”.
Heckathorn, dalam (Ritzer and Smart,
2001), memandang bahwa memilih itu sebagai tindakan yang bersifat rasional
dimana pilihan tersebut sangat menekankan pada prinsip efisiensi dalam mencapai
tujuan dari sebuah tindakan.
Kaum klasik
menegaskan bahwa manusia rasional adalah yang selalu berusaha memilih
alternatif terbaik dari berbagai pilihan yang tersedia, sesuai kendala dan
keterbatasan yang dimiliki.
Bagi pakar
ekonomi politik baru, yang penting adalah bahwa pilihan rasional bisa
dilaksanakan, baik oleh pribadi-pribadi atau oleh pemerintah. Mereka tidak
menolak kerangka eksistensi politik, tetapi mereka mengasumsikan bahwa perilaku
politik dan institusi-institutsi politik bisa dianalisis seperti halnya
perilaku ekonomi dan institusi-institusi pasar.
Pendekatan pilihan publik
Pilihan
publik adalah suatu sikap individu dalam menentukan pilihan mereka secara
rasional. Dalam ekonomi politik,
analisisnya tertuju pada aktor. Aktor
dianggap sebagai pelaku dari kegiatan ekonomi dan politik dan berlandaskan pada
asumsi dasar individualisme metodologis, yang menempatkan sikap rasional
idividu di dalam institusi non-pasar.
Privatisasi merupakan kebijakan yang diambil
pemerintah untuk mendapatkan devisa bagi negara dengan menjual sebagian saham
milik aset milik negara ke pihak lain. Kebijakan Privatisasi sendiri diatur
oleh Undang-Undang No. 5 tahun 1999. Seperti fungsinya sebuah kebijakan
privatisasi merupakan kebijakan yang diambil dari usulan yang di bawa atau
diberikan oleh pemerintah sebagai upaya untuk menstabilkan kondisi keuangan dan
untuk meningkatkan devisa atau penerimaan negara, dan harus mendapat persetujuan
dari DPR RI terlebih dahulu baru kebijakan tersebut bisa diambil. Oleh karena
itu kebijakan privatisasi merupakan salah satu kebijakan ekonomi politik
Indonesia yang diharapkan dapat membawa manfaat yang besar bagi Indonesia.
Salah satu kasus privatisasi yang mendapat
persetujuan DPR RI dan yang sudah terjadi adalah penjualan sebagian saham PT
Indosat Tbk dan PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel) Tbk kepada pihak luar,
dalam hal ini sebagian saham yaitu sebesar 35 persen saham Telkomsel dibeli
oleh Singapore Telecom (Singtel) dan sebagian saham Indosat yaitu sebesar 41,94
persen saham dibeli oleh Singapore Technologies Telemedia (STT).
Privatisasi
merupakan salah satu pilihan pemerintah yang diambil untuk menstabilkan kondisi
keuangan negara dan untuk menambah devisa dari hasil penjualan sebagian saham
BUMN atau aset milik negara lainnya ke investor atau pihak lain yang memiliki
kemampuan management dan financial, baik di dalam dan luar negeri.
Dengan demikian, dalam kaitannya dengan rasionalitas tindakan pembuatan
kebijakan publik, tidak semata-mata didasarkan pada efisiensi anggaran semata.
Sebagaimana dinyatakan di awal bahwa kebijakan publik haruslah sampai pada akar
permasalahan publik sehingga dapat menjadi solusi. Memaksimalkan keuntungan dan
meminimalkan biaya, ada kaitannya dengan rasionalitas pemilihan tindakan
tersebut harus memperhatikan berbagai macam aspek dan bukan hanya tergantung
pada kepentingan pribadi saja.
Good Governance adalah cara mengatur
pemerintahan yang memungkinkan layanan publiknya efisien, sistem pengadilannya
bisa diandalkan dan administrasinya bertanggung jawab pada publik (Meier,
1991:299-300). Dan dalam pemerintahan seperti ini mekanisme pasar merupakan
pertimbangan utama dalam proses pembuatan keputusan mengenai alokasi sumber
daya.
Konsep privatisasi seharusnya
diarahkan terutama untuk kepentingan perusahaan dalam rangka pengembangan
usahanya, tidak semata-mata untuk menutup APBN. Untuk pengembangan usaha,
perusahaan memerlukan tambahan modal dan salah satunya berasal dari penerbitan
saham yang dijual ke publik. Dengan tambahan modal tersebut perusahaan
mempunyai kapasitas untuk meminjam sehingga dimungkinkan untuk memperoleh dana
pinjaman dari kreditur. Kombinasi dari modal intern dan ekstern ini
memungkinkan perusahaan mengembangkan usahanya ke peningkatan volume, penciptaan
produk dan atau jenis usaha yang dinilai feasible sehingga volume pendapatannya
meningkat yang pada gilirannya dapat meningkatkan laba perusahaan.
Pengembangan usaha berarti juga
peningkatan lapangan kerja. Dengan usaha baru terdapat posisi tenaga kerja yang
harus diisi. Pengisian tenaga pada posisi baru tersebut dapat berasal dari
intern atau ekstern perusahaan. Dengan cara seperti ini akan terjadi penciptaan
lapangan kerja baru. Pola privatisasi seperti itu juga berdampak pada
pertumbuhan ekonomi. Tambahan modal yang masuk ke perusahaan dapat dipakai
untuk menciptakan value added, yang berasal dari peningkatan kegiatan usaha,
yang pada akhirnya akan menciptakan pertumbuhan ekonomi.
Privatisasi yang hanya berupa
pengalihan saham pemerintah ke pihak lain tidak berdampak langsung pada
perusahaan karena tidak mempengaruhi besarnya modal. Yang terjadi adalah
perpindahan kepemilikan dari perusahaan tersebut. Dengan pemindahan kepemilikan
saham tersebut, hak penerimaan deviden berubah dari pemerintah ke pemilik baru.
Sementara itu penerimaan hasil penjualan saham masuk ke APBN yang akan habis
dipakai untuk tahun anggaran dimaksud. Dalam jangka pendek mendatangkan cash
akan tetapi dalam jangka panjang merugikan APBN karena penerimaan deviden akan
berkurang pada tahun-tahun berikutnya.
Dengan mekanisme dan kriteria
apapun, tetap ada resiko permainan antara peserta tender dengan pemutus tender.
Sebaliknya penjualan saham kepada publik yang jumlah investornya banyak tidak
memerlukan proses tender dan hanya melaui proses penjatahan yang berlaku umum
dengan jumlah investor relatif banyak. Pola privatisasi ini juga dapat dipakai
untuk saran pemerataan kepemilikan asset nasional yang tidak selayaknya
dikuasai oleh kelompok minoritas tertentu.
Sesungguhnya kesemuanya ini telah
diamanatkan oleh rakyat melalui wakil-wakil di MPR dengan ditetapkannya
Ketetapan MPR-RI Nomor IV/MPR/1999 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara
Tahun 1999 yang telah mengamanatkan agar dilakukan penyehatan BUMN terutama
yang usahanya berkaitan dengan kepentingan umum. BUMN yang usahanya tidak
berkaitan dengan kepentingan umum didorong untuk privatisasi melalui pasar
modal. Disamping itu privatisasi sebagai bagian dari kebijakan publik
diharapkan dapat meningkatkan kinerja perusahaan sector publik.
Privatisasi juga dinyatakan
sebagai salah satu kebijakan strategis yang dilakukan oleh manajemen BUMN untuk
meningkatkan efisiensi pengelolaan badan usaha milik negara. Pelaksanaan
privatisasi diharapkan dapat menciptakan good corporate governance dilingkungan
badan usaha milik negara sekaligus juga mewujudkan good public governance di
sektor publik.
KESIMPULAN
Kebijakan ekonomi politik
Indonesia dalam hubngannya dengan privatisasi Telkomsel dan Indosat masih belum
memihak kepada kepentingan dan kebutuhan publik.
Masih lemahnya hukum dan
perundangan yang berhubungan dengan kebijakan privatisasi yang dilakukan
pemerintah.
Selain mendapat persetujuan
Pemerintah dan DPR RI, Kebijakan privatisasi sebaiknya melibatkan seluruh
stackholders yang berhubungan dengan perusahaan yang akan diprivatisasi.
Kebijakan privatisasi dari
Telkomsel dan Indosat harus ditinjau kembali dan pemerintah serta DPR RI agar lebih mengetatkan regulasi dan pembuatan perundang-undangan yang dapat
memback-up kebijakan Privatisasi.