Kegagalan Untuk Mengembangkan Suatu Teori
Diajukan sebagai salah satu tugas Sistem Politik Indonesia
Teori elit menegaskan bahwa ialah yang bersandar pada kenyataan
bahwa setiap masyarakat terbagi dalam 2 kategori yang luas yang mencangkup:
1.
Sekelompok
kecil manusia yang berkemampuan dan karenanya menduduki posisi untuk
memerintah.
2.
Sejumlah
besar massa yang ditakdirkan untuk diperintah.
Konsep dasar teori yang lahir di Eropa ini mengemukakan bahwa di
dalam kelompok penguasa (the ruling class) selain ada elit berkuasa (the ruling
elite) juga ada elit tandingan yang mampu meraih kekuasaan melalui massa jika
elit yang berkuasa kehilangan kemampuannya untuk memerintah. Yang mendorong
elit politik atau kelompok-kelompok elit
untuk memainkan peranan aktif dalam politik adalah karena menurut para
teoritisi politik (senantiasa) ada dorongan kemanusiaan yang tak dapat
dihindarkan atau diabadikan untuk meraih kekuasaan. Politik menurut mereka
merupakan permainan kekuasaan dan karena para individu menerima keharusan untuk
melakukan sosialisasi serta penanaman nilai-nilai guna menemukan ekspresi bagi
pencapaian kekuasaan tersebut, maka upaya pun mereka lakukan untuk memindahkan
penekanan dari para elit dan kelompok kepada individu.
TEORI ELIT POLITIK
Mulanya teori elit politik mulai lahir dari diskusi seru para
ilmuan sosial Amerika tahun 1950-an, antara Schmpeter (ekonom), Lasswell
(ilmuan politik) dan sosiolog C. Wright Mills, yang melacak tulisan-tulisan
dari para pemikir Eropa masa awal munculnya Fsisme, khususnya Vilfredo Pareto
dan Gaetano Mosca (italia), Roberto Michels (seorang Jerman keturunan swiss)
dan Jose Ortega Y. Gasset (Spanyol). Pareto (1848-1923) percaya bahwa setiap
masyarakat diperintah oleh sekelompok kecil orang yang mempunyai
kualitas-kualitas yang diperlukan bagi kehadiran mereka pada kekuasaan sosial
dan politik yang penuh. Menurut Pareto masyarakat terdiri dari 2 kelas:
1.
Lapisan
atas, yaitu elit, yang terbagi kedalam elit yang memerintah (governing elit)
dan elit yang tidak memerintah (non-governing elite).
2.
Lapisan
yang lebih rendah, yaitu non-elit.
Pareto lebih memusatkan perhatiannya pada elit yang memerintah,
yang menurut dia, berkuasa karena bisa menggabungkan kekuasaan dan kelicikan,
yang dilihatnya sebagai hal yang sangat penting.
AWAL MUNCULNYA TEORI (ELIT POLITIK)
Konsep pergantian sirkulasi) elit juga dikembangkan oleh Preto.
Sejarah, katanya: merupakan suatu pekuburan aristokrasi. Dalam setiap
masyarakat ada gerakan yang tak dapat ditahan dari individu-individu dan
masyarakat ada elit-elit kelas atas hingga kelas bawah, dan dari tingkat bawah
ke tingkat atas yang melahirkan suatu peningkatan yang luar biasa pada unsur-unsur
yang melorotkan kelas-kelas yang memegang kekuasaan, yang pada fihak lain
justru malah meningkatkan unsur-unsur superior pada kelompok yang lain.
Ia juga mengemukakan tentang berbagai jenis pergantian antara elit,
yaitu pergantian:
a.
Diantara
kelompok-kelompok elit yang memerintah itu sendiri
b.
Diantara
elit dengan penduduk lainnya.
Pergantian yang terakhir bisa berupa pemasukan:
a.
Individu-individu
dari lapisan yang berbeda ke dalam kelompok elit yang sudah ada.
b.
Individu-individu
dari lapisan bawah yang membentuk kelompok elit baru dan masuk ke dalam suatu
kancah perebutan kekuasaan dengan elit yang sudah ada.
Di samping Pareto yang mengembangkan teorinya atas dasar
keahliannya sebagai sosiolog dan psikolog, Gaetano Mosca (1858-1941), yang
lebih jauh mengembangkan teori elit politik seperti halnya konsep mengenai
pergantian elit, pada dasarnya adalah seorang ilmuan politik. Ia menolak degan
gigih klasifikasi pemerintahan ke dalam bentuk-bentuk monarki, Aristokrasi, dan
Demokrasi yang telah dipakai sejak zaman Aristoteles, dia menegaskan bahwa
hanya ada satu bentuk pemerintahan, yaitu Oligarki.
Seperti halnya Pareto, Mosca juga percaya dengan teori pergantian
elit, karakteristik yang membedakan elit adalah kecakapan untuk memimpin dan
menjalankan kontrol politik. Sekali kelas yang memerintah tersebut kehilangan
kecakapannya dan orang-orang yang diluar kelas tersebut menunjukkan kecakapan
yang lebih baik, maka terdapat segala kemungkinan bahwa kelas yang berkuasa
akan dijatuhkan dan digantikan oleh penguasa yang baru.
DEMOKRASI DAN PLURALITAS ELIT
Generasi teoritisi elitisme politik membangun sebuah teori baru
tentang demokrasi yang dapat
diselaraskan dengan teori elit politik. Mereka membangun suatu konsepsi tentang
demokrasi sebagai suatu sistem politik dimana partai-partai politik berlomba
untuk mendapatkan suara masa pemilih,elitnya relatif terbuka dan direkrut atas
dasar kualitas, dan masa penduduk dapat berpartisipasi dalam mengatur
masyarakat. Karl Mannhenim (1839-1947) awalnya telah mengambungkan teori elit
dengan fasisme dan anti intelektualisme, memegang peran penting dalam usaha
penyelarasan ini. Perbedaan sistem totaliter dengan demokrasi adalah bahwa
kalau dalam sistem yang pertama diperintah oleh kelompok minoritas yang lain,
sementara yang kedua dapat diganti oleh kelompok mayoritas atau dipaksa untuk
mengambil keputusan yang sesuai dengan kepentingan mereka.
Demokrasi Josehp Schumpeter (1883-1950) muncul dengan sistem
ekonomi kapitalis dan secara kausal berhubungan dengan hal itu dan oleh karena
dimengerti dalam konteks tersebut.peran rakyat dalam suatu demokratis adalah
tidak untuk memerintah, atau bahkan menjalankan keputusan-keputusan umum atas
kebanyakan masalah politik. Demokrasi secara sederhana adalah suatu mekanisme
untuk pemilihan dan memberi kekuasaan pada pemerintah, bukan suatu jenis
masyarakat dan bukan seperangkat tujuan moral suaru mekanisme yang mengandung
suatu kompetisi antara suatu atau lebih kelompok para politisi yang terpilih
sendiri, yang terorganisasikan dalam partai politik, bagi suara yang
mencerahkan mereka untuk memerintah sampai pemilihan berikutnya.
DEMOKRASI ELITIS VERSUS DEMOKRASI PARTISIPASI
John Dewey dipandang sebagai pemberi dasar filosofis atas apa yang
kemudian dikenal sebagai teori demokrasi parsitipasi. Jantung demokrasi adalah
suatu keadaan dimana pilihan manusia merupakan pimpinan utama. Suatu masyarakat
demokrasi tergantung pada konsesnsus sosial dengan pandangan pada perkembangan
manusia didasarkan atas kebebasan, persamaan, dan partisipasi politik.
Partisipasi merupakan hal yang vital bagi pemilihan kebijakan, karena kosensus
atau mayoritas merupakan landasan yang perlu bagi keputusan sosial dan tindakan
partisipasi, sehingga dengan sendirinya sangat penting bagi pengenmbangan diri,
kebebasan tidak sepenuhnya bersifat egosentris. Kebebasan untuk bertindak yang
kala dapat bersifat anti-sosial, dengan kebebasan berfikir akan merangsang
keharmonisan sosial dan bahkan kepentingan bersama.
Peter Bachrach menegaskan demokrasi elitis bahwa masyarakat
dibentuk oleh kekuatan-kekuatan yang tidak bebas dan impersonal dan memandang
perkembangan diri individu sebagai kriteria utama untuk mengevaluasi karakter
negara dan masyarakat. Pada partisipasi aktif individu dalam berbagai keputusan
komunitas yang berarti baik yang arti paling luas, baginya merupakan faktor
utama dalam mengembangkan kemampuan rakyat.
BASIS KELOMPOK DALAM POLITIK
Dengan kegagalan teori elitis, para ilmuan politik beralih pada
model pluralis, dimana kekuasaan tidal lagi terkonsentrasi pada satu kelompok
atau kelas, melainkan menyebar ke dalam berbagai kelompok kepentingan yang
saling berkompetisi untuk mendapatkan kekuasaan. Akar intelektual teori
kelompok terletak pada doktrin pluralisme, yang dikembangkan oleh sejumlah
penulis inggris pada awal abad ke 20 khususnya oleh John Figgis, F.W. Maitland
dan GDH. Cole. Seperti kaum pluralis yang bereaksi terhadap prinsip liberalisme
atomis yang sedang berjalan di satu pihak, dan sosialisme idealis di pihak
lain, para teoritisi kelompok pada tahun-tahun terakhir mencuba untuk
menjadikan kelompok, bukannya individu atau masyarakat sebagai unit dasar dalam
studi politik. Kaum pluralis telah menghasilkan beberapa pengertian yang
brilian mengenai basis kelompok dalam masyarakat, dan mengenali suatu patokan
ganda dalam afiliasi dan loyalitas kelompok, para teoritisi kelompok melihat
bahwa dalam patokan ini terdapat basis fungsional pemerintah.
Bentley, yang secara umum menemukan akar behavioralisme, menentang
formalisme dan kualitas pendekatan kelembagaan yang statis dalam analisa
politik, dan menekankan tulisan-tulisannya pada dinamika dan proses-proses
sebagai karakteristik aktivitas negara. Masyarakat tersusun dari proses-proses
dinamis (tindakan-tindakan) yang bukan sekedar lembaga-lembaga spesifik
(struktur-struktur) atau pun kandungan dasar (nilai-nilai). Kepentingan adalah
perilaku yang dihadapi, menyangkut suatu tuntutan atau tuntutan-tuntutan yag
dibuat oleh suatu kelompok atas kelompok-kelompok tertentu dalam suatu sistem
sosial. Jadi, kelompok merupakan suatu aktivitas massa yang diarahkan oleh kepentingan,
dan sistem sosial, berisikan sejumlah besar kelompok, yang manandai arena bagi
interaksi aktivitas kelompok.
Maka ide tentang kepentingan oleh Bentley secara integral
dihubungkan dengan teori kelompok, seperti yang dikembangkannya. Kepentingan yang
mengorganisasikan kelompok-kelompok. Teori kelompok akan membawa pada konsep
khususnya mengenai sistem sosial dan perilaku politik. Masyarakat merupakan
kompleks kelompok-kelompok yang tersusun, sitem sosial adalah suatu kumpuan
mosaik dari berbagai kelompok.
Antara suatu pemerintah dengan pemerintah lain dapat dibedakan
dalam hal mekanisme dan proses-proses yang diberikannya untuk menangani
perebutan kekuatan yang berlangsung diantara berbagai kelompok politik. Menurut
para teoritisi kelompok, pemerintah tersusun dari kelompok-kelompok yang ada
diluar mampu mendapatkan sejumlah peluang, yag terbuka bagi masuknya pengaruh.
SEBUAH KRITIK ATAS TEORI KELOMPOK
Para teoritisi kelompok pertama-tama, telah gagal memberikan suatu
definisi yang memuaskan atas istilah-istilah yang mereka gunakan. Kelompok
menurut Bentley mengacu pada suatu hubungan antar orang-orang, suatu proses
penambahan orang ke orang suatu definisi yang tidak begitu mudah difahami.
Bentley mengacu pada kelompok yang beragam ukuran, intensitas, dan
teknik-tekniknya. Kelompok-kelompok tersebut bisa besar atau kecil, satu sama
lain dapat berbeda derajat pemusatan kepentingannya, dan mungkin menggunakan
berbagai jenis metode, dari propaganda, persuasi dan ancaman dengan kekerasan
hingga cara yang paling buruk.
Bentley juga tidak memberikan suatu definisi yang jelas dari
istilah kepentingan. Dia menyamakan arti dua istilah, yaitu kelompok dan
kepentingan adalah sama dengan suatu kelompok. Bentley tidak dapat memahami
bahwa individu-individu mempunyai suatu kepentingan yang secara politis
signifikan dan relevan diluar kelompok. Dia melihat bahwa msalah loyalitas
kelompok merupakan masalah yang paling kompleks, tetapi tidak mampu
menjelaskannya.
Istilah lain yang secara umum digunakan oleh para teoritisi
kelompok adalah peluang dalam konteks mempunyai peluang untuk mempengaruhi para
pembuat keputusan, tetapi lagi-lagi tak ada upaya yang dilakukan untuk
menunjukkan apakah berbagai kelompok penekanan tersebut yang mempunyai pengaruh
pada pembuat keputusan berasal dari luar atau ada diantara para pembuat
keputusan itu sendiri, atau dalam forum apakah perjuangan itu terjadi pada
titikmana keseimbangan tercapai.
TEORI KEKUASAAN NEGARA
Teori kekuasaan negara dengan penekanan utamanya pada pengembangan
kekuatan militer yang aktif oleh negara pertama kali didengungkan di Jerman
pada abad ke-19 oleh para sejarawan seprti Heinrich Von Treitschke dan para
filosof seperti Friedrich Nietzsche dan didukung oleh beberapa penulis pada
abad ke-20. Erich Kuffmann telah menulis sebuah buku yang diterbitkan pada 1911
bahwa esensi negara adalah Machtentfaltung (pengembangan, peningkatan, dan
penyebaran kekuasaan) bersama-sama dengan kemauan untuk menjaga dan
mempertahankan diri dengan sukses. Upaya utama negara adalah penanaman kekuatan
yang tertinggi, bukannya energi-energi mental dan moral bangsa yang merupakan
hasil sampingan. Ide sosial nyata dari negara, bukanlah masyarakat dengan
kemauan bebas tetapi kejayaan dalam perang.
Russel percaya bahwa pemerataan kekuasaan, yang dilakukan dengan
jalan pembagian kekuasaan, merupakan syarat syarat yang lebh penting bagi
kemerdekaan manusia dari pada pemerataan ataupun pembagian kesejahteraan.
Pemusatan kekuasaan politik pada negara, baik di bawah sistem kapitalisme,
maupun komunisme, akan menghancurkan kemampuan manusia seperti halnya pemusatan
kekuatan ekonomi.
Teori elit, teori kelompok, dan teori kekuasaan semuanya menyangkut
masalah yang sangat berhubungan. Seperti yang ditunjukkan Meehan, pada analisa
terakhir semua teori tersebut mempermasalahkan kekuasaan. Teori elit, khususnya
dalam bentuk awalnya, menarik studi politik pada studi hubungan kekuasaan. Kesahihan
yang sama dengan teori kelompok. Konfigurasi kekuasaan, pada dasarnya merupakan
konfigurasi kepentingan-kepentingan yang saling berkompetisi dan berjuang yang
diorganisasikan kedalam suatu kelompok. Tanpa suatu konsepsual yang memadai
dalam mempelajari kekuasaan, baik teori elit maupun teori kelompok akan
kehilangan manfaatnya. Kaplan dan
Lasswell menganggap kekuasaan sama dengan uang dalam ilmu ekonomi, seseorang
akan segera menemui kesulitan, karena uang mungkin dapat untuk membeli semua
benda material, sementara kekuasaan yang terbukti efektif di satu sektor, dapat
sama sekali tidak efektif di sektor-sektor lainnya.
*SUMBER: Internet dan buku.