Laman

 photo tabfashion.png photo tabtumblr.png photo tabtutorial.png
 photo tabtutorial.png

Luka yang Tak Bisa Kudiamkan Lagi


Hari ini, aku merasa kosong.
Bukan karena tidak ada orang di sekelilingku… tapi karena hatiku sudah terlalu sering merasa sendiri, bahkan saat sedang bersama.

Aku lelah.
Bukan hanya karena aktivitas harian atau kelelahan fisik sebagai ibu. Tapi karena aku terus memendam sesuatu yang tak bisa kusampaikan dengan kata-kata.
Sesuatu yang sudah lama mengganjal, tapi tak kunjung sembuh.

Luka itu… masih ada.
Meski semua orang bilang aku harusnya sudah move on.
Harusnya sudah melupakan.
Harusnya sudah memaafkan.

Tapi bagaimana caranya memaafkan kalau aku sendiri belum pernah benar-benar didengarkan?
Bagaimana bisa melupakan kalau yang menyakitiku seolah tak pernah merasa bersalah?

Yang paling menyakitkan bukan saat dia menyakiti,
tapi saat aku mulai percaya bahwa mungkin aku memang pantas disakiti.

Kadang aku benci diriku sendiri.
Karena masih berharap, masih menunggu perubahan,
padahal hatiku tahu — aku sedang berdiri sendirian dalam doa yang tak pernah dijawab.

Aku ingin sembuh.
Tapi aku juga ingin dimengerti, bukan dipaksa kuat.
Aku ingin dicintai, bukan dituntut sempurna.
Aku ingin menjadi aku… tanpa harus berpura-pura baik-baik saja.

Hari ini, aku menulis bukan karena aku sudah kuat.
Tapi karena aku tak ingin semakin rapuh hanya karena diam.

Semoga satu hari nanti, aku bisa membaca tulisan ini sambil tersenyum…
karena aku tahu aku pernah bertahan, bahkan saat hatiku retak.

— dari aku, yang sedang berusaha menemukan kembali dirinya sendiri.



Tentang Luka yang Tak Terlihat


Hari ini aku kembali berpura-pura.

Pura-pura bahagia. Pura-pura baik-baik saja. Pura-pura punya cinta yang utuh di rumah yang katanya tempat pulang.

Kadang aku merasa jahat…
Karena saat bersamanya, pikiranku justru melayang ke sosok yang hanya hidup dalam khayalanku.
Seseorang yang lembut, yang sabar, yang tahu cara mencintai tanpa menyakiti.
Bukan dia. Bukan yang ada di sampingku.

Aku pernah mencintainya. Sangat.
Tapi rasa itu entah sejak kapan mulai memudar… atau mungkin hilang saat hatiku tak lagi dijaga.

Lucunya, tubuh ini tetap menyatu, tapi jiwaku menjauh.
Dan setiap kali aku harus pura-pura terlibat, aku semakin hampa.
Karena yang kucari bukan sekadar pelukan—tapi ketulusan yang dulu pernah ada.

Apakah aku salah? Karena ingin dicintai seperti yang kulihat di film-film?
Atau karena mulai ragu apakah aku masih cukup berharga untuk diperjuangkan?

Terkadang aku bertanya…
Apakah aku sedang mencintai sosok khayalan? Atau sebenarnya aku hanya hampa dan bosan??

Yang jelas, malam ini… aku merasa kosong.
Dan aku hanya ingin ada yang mendengarkan, tanpa menghakimi.
Bukan untuk mencari solusi, hanya ingin dipahami.

—Dari hati yang sedang berjuang untuk tetap bertahan
dan tetap menjadi ibu yang utuh meski hati sering retak.


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...