Laman

 photo tabfashion.png photo tabtumblr.png photo tabtutorial.png
 photo tabtutorial.png

TEORI PILIHAN RASIONAL

II. 1. LATAR BELAKANG LAHIRNYA EKONOMI POLITIK BARU
Proses-proses ekonomi dan proses-proses politik tidak bisa dipisahkan meskipun politik dan ekonomi merupakan disiplin ilmu yang sangat berbeda. Tak peduli bentuk negaranya, sepanjang dua pihak melihat keuntungan dari pertukaran, maka pasar akan terbentuk. Intervensi negara dalam ekonomi adalah hal yang tidak mungkin ditiadakan, karena kenyataannya, pasar diatur oleh institusi-institusi negara dengan paksa. Meskipun dengan alih-alih sebagai pihak ketiga yang memantau jalannya perekonomian, negara, kapanpun siap untuk menginterupsi pasar. Satu hal lagi yang tidak bisa memisahkan Ekonomi dan Politik adalah kecenderungan masyarakat yang tidak bisa hanya dilihat sebagai konsumen dan produsen tetapi juga sebagai warga negara yang notabene merupakan instrumen politik (Deliarnov : 2006).
Dari uraian diatas, sangat tidak lumrah bila ilmu ekonomi dan ilmu politik dibagi atas dua disiplin yang berbeda. Inilah yang coba dibenahi oleh Ekonomi Politik Baru, dimana teori-teori sebelumnya memberikan batasan jelas terhadap disiplin Ekonomi dan Politik, sedangkan Ekonomi Politik Baru beranggapan bahwa Ekonomi dan Politik tidak mungkin terpisahkan dalam penerapannya.
Logika sederhana mengatakan bahwa ekonomi dan politik dapat diakomodasikan ke dalam sebuah prinsip pengambilan keputusan tunggal tentang perilaku manusia yang didasarkan pada rasionalitas individu. Jika individu dapat menata pilihan-pilihan atau alternatif-alternatif dalam setting pasar, mereka tentu juga dapat menatanya dalam setting politik, karena dalam kedua setting tersebut para pelaku atau aktornya dilandaskan pada kepentingan individu[1].
Ekonomi politik baru berusaha menjembatani antara ilmu ekonomi yang canggih dalam menelaah fenomena-fenomena ekonomi dari perspektif mekanisme pasar dengan fenomena-fenomena dan kelembagaan nonpasar pada bidang-bidang politik.
Dijelaskan oleh Willian Mitchell (1968 dalam Deliarnov), sistem-sistem politik harus dipandang tidak hanya sebagai mekanisme pilihan untuk mengambil keputusan-keputusan ekonomi yang berdampak terhadap ekonomi privat, tetapi juga sebagai alat bantu yang ekonomi dalam pengambilan keputusan perihal anggaran atau produksi dan distribusi barang-barang dan jasa publik. Institusi – institusi menjadi fokus perhatian bagi ekonom politik baru[2].
Salah satu teori dalam Ekonomi Politik Baru adalah Teori Pilihan Rasional

II.2. DEFINISI TEORI PILIHAN RASIONAL
Buchanan (1972) menjelaskan bahwa Teori Pilihan Rasional adalah teori ekonomi neoklasik yang diterapkan pada sektor publik yang mencoba menjembatai antara ekonomi mikro dan politik dengan melihat pada tindakan warga, politisi, dan pelayan publik sebagai analogi terhadap kepentingan pribadi dan konsumen. Jika demikian, maka kita harus melihat bagaimana Adam Smith, pengarang The Wealth of Nation (1776), menjelaskan bahwa “orang betindak untuk mengejar kepentingan pribadi mereka, melalui mekanisme “the invisible hand” menghasilkan keuntungan kolektif yang memberi manfaat pada seluruh masyarakat”.

Secara umum, rasionalitas yang dikembangkan oleh pakar-pakar ekonomi politik baru, terutama dalam pilihan rasional, terkait dengan konsep – konsep seperti kesukaan / preferensi (preference), kepercayaan (beliefs), peluang (opportunities), dan tindakan (action)[3].

Menurut William H. Riker dalam Political Science and Rational Choice (1994 dalam Deliarnov), model pilihan rasional terdiri atas elemen-elemen berikut :
1.      Para aktor dapat merangking tujuan-tujuan, nilai-nilai, selera, dan strategi-strategi mereka.
2.      Para aktor dapat memilih alternatif terbaik yang bisa memaksimumkan kepuasan mereka.

Ilustrasinya adalah semisal ada seorang pemilik toko roti yang memiliki motivasi untuk memperkaya diri mereka dengan keuntungan yang besar. Pilihan yang dia punya adalah, (1) mengeruk keuntungan dengan menekan biaya produksi dengan menggunakan bahan pembuat roti dengan kualitas rendah atau (2) mendapat keuntungan dengan menjual kualitas roti terbaik. Setelah melakukan perangkingan tukang roti tersebut mendapatkan solusi  untuk mendapatkan keuntungan yang besar tersebut dipengaruhi oleh produk roti yang harganya murah tetapi dengan kualitas yang lebih tinggi daripada pengusaha toko roti lainnya. Roti dengan kualitas tinggi namun dengan harga yang murah akan membuat orang tertarik dan merasa lebih diuntungkan karena harganya yang murah (terjangkau).

Buchanan dan Tullock (1962) menyebutkan dua asumsi kunci teori pilihan rasional:
1.       Individu yang rata-rata lebih tertarik untuk memaksimalkan utilitas (kegunaan). Hal ini berarti preferensi individu-nya akan mengarah pada pilihan-pilihan yang dapat memaksimalkan keuntungan dan meminimalkan biaya.
2.      Hanya individu yang membuat keputusan, bukan kolektif. Hal tersebut dikenal sebagai metodologis individualisme dan menganggap bahwa keputusan kolektif adalah agregasi dari pilihan individu.

Heckathorn, dalam (Ritzer and Smart, 2001), memandang bahwa memilih itu sebagai tindakan yang bersifat rasional dimana pilihan tersebut sangat menekankan pada prinsip efisiensi dalam mencapai tujuan dari sebuah tindakan. Asumsi pokok dalam pilihan rasional tersebut adalah sebagai berikut:

Pada bagian lain, Heckathorn juga menyatakan bahwa, dilihat dari struktur umum teori pilihan rasional, ternyata mencakup beberapa terminologi teoritik sebagai berikut; (1) Sekumpulan aktor yang berfungsi sebagai pemain dalam sistem, (2) Alternatif-alternatif yang tersedia bagi masing-masing aktor, (3) Seperangkat hasil yang mungkin diperoleh dari sejumlah alternatif yang tersedia bagi aktor, (3) Seperangkat hasil yang mungkin diperoleh dari sejumlah alternatif yang tersedia bgai aktor, (4) Pemilihan kemungkinan hasil oleh aktor dan (5) Harapan aktor terhadap akibat dari parameter-parameter sistem.

Coleman (1994) memberikan gagasan mengenai teori pilihan rasional bahwa “orang-orang bertindak secara purposif menuju tujuan, dengan tujuan (dan demikian juga tindakan-tindakan) yang dibentuk oleh nilai-nilai atau preferensi”. Dia juga menambahkan bahwa bagi aktor rasional yang berasal dari ekonomi, dalam memilih tindakan-tindakan tersebut seorang aktor akan lebih memaksimalkan utilitas, atau pemenuhan kepuasan kebutuhan dan keinginan mereka. Jadi pada intinya konsep yang tepat mengenai pilihan rasional adalah ketika seseorang memilih tindakan yang dapat memaksimalkan kegunaan atau yang dapat memuaskan keinginan dan kebutuhan mereka.

Dasar untuk semua bentuk teori pilihan rasional adalah asumsi bahwa fenomena sosial yang kompleks dapat dijelaskan dalam kerangka dasar tindakan individu dimana mereka tersusun (Scott, 2009). Scott menyatakan bahwa, “unit elementer kehidupan sosial adalah tindakan individu. Untuk menjelaskan lembaga sosial dan perubahan sosial adalah dengan menunjukkan bagaimana mereka timbul sebagai akibat dari aksi dan interaksi antar individu”.

Dalam teori pilihan rasional Scott, individu didorong oleh keinginan atau tujuan yang mengungkapkan peferensi. Mereka bertindak dengan spesifik, mengingat kendala dan atas dasar informasi yang mereka miliki tentang kondisi dimana mereka bertinfak. Paling sederhadan, hubungan antara preferensi dan kendala dapat dilihat dalam istilah-istilah teknis yang murni dari hubungan tentang sbuah sarana untuk mencapai tujuan. Karena tidak mungkin bagi incividu untuk mencapai semua dari berbagai hal yang mereka inginkan, mereka juga harus membuat pilihan dalam kaitannya dengan tujuannya dan sarana untuk mecapai tujuan tersebut. Teori pilihan rasional berpendapat bahwa individu harus mengantisipasi hasil alteratif tindakan dan menghitung mana yang lebih baik. Rasional individu dalam memilih alternatif-lah yang akan memberikan mereka kepuasan.

Kaum klasik menegaskan bahwa manusia rasional adalah yang selalu berusaha memilih alternatif terbaik dari berbagai pilihan yang tersedia, sesuai kendala dan keterbatasan yang dimiliki. Bagi pakar ekonomi politik baru, yang penting adalah bahwa pilihan rasional bisa dilaksanakan, baik oleh pribadi-pribadi atau oleh pemerintah. Mereka tidak menolak kerangka eksistensi politik, tetapi mereka mengasumsikan bahwa perilaku politik dan institusi-institutsi politik bisa dianalisis seperti halnya perilaku ekonomi dan institusi-institusi pasar[4]. Konsep pilihan rasional bisa diaplikasikan pada pemerintah sebagai aktor atau pada pemilih individu dalam pemilu.
Teori pilihan rasional memang berakar kuat pada pemahaman ekonomi yang merasionalkan pilihan pada tingkatan efisiensi yang dicapai dari sebuah proses tindakan seseorang maupun secara kolektif. Namun demikian, dalam perkembangannya teori ini dapat digunakan untuk mejelaskan fenomena yang terjadi pada berbagai macam disiplin ilmu termasuk di dalamnya bagaimana menjelaskan sebuah pilihan tindakan yang dilakukan oleh birokrasi dalm perumusan kebijakan publik.

Sudah menjadi sebuah rahasia umum bahwa birokrasi dan kebijakan publik adalah sangat dipengaruhi oleh konstelasi politik yang sedang berkuasa. Sehingga, berdasarakan apa yang dijelaskan oleh Buchanan, sebuah kebijakan publik bisa jadi merupakan sebuah alat yang digunakan oleh aktor politik tertentu dalam mencapai tujuan atau memaksimalkan kepentingan pribadinya.

Sebagaimana Tullock yang mencoba menjelaskan apa yang diinginkan oleh birokasi jika birokrat merupakan pemaksimal utilitas kepentingan pribadi. Dia mengatakan bahwa, secara rasional, birokrat berkepentingan dalam memaksimalkan utilitas melalui peningkatan karis, dan peningkatan tersebut berdasarkan pada kesesuaian sistem birokrasi yang seringkali tergantung pada rekomendasi atasan. Jika ini yang terjadi maka secara rasional birokrat hanya akan berusaha menyenangkan atasan dan menempatkan dirinya dalam sebuah kondisi yang diinginkan atasan. Dan untuk mendukung itu, seorang birokrat akan menyediakan iformasi yang mencerminkan keinginannya dan menyembunyikan informasi yang bertentangan.

Ilustrasi yang disampaikan Gordon Tullock tersebut adalah sebuah paradoks dalam kebijakan publik. Sebuah kebijakan publik harus didasarkan pada pencapaian tujuan yang berakhir pada solusi pemecahan permasalahan publik. Jika yang terjadi demikian (seperti yang terjadi dalam ilustrasi Tullock) maka bisa dipastikan bahwa kurangya informasi yang relevan dengan kenyataan akan membuat kualitas kebijakan publik yang dibuat tidak akan sampai pada pemecahan permasalahan publik tetapi hanya akan sampai pada penigkatan citra diri secara politis.

Bunchanan dan Tullock telah memberikan asumsi dasar dalam teori pilihan rasional bahwa keputusan kolektif merupakan agregasi dari keputusan individual. Dalam sebuah birokrasi sudah menjadi keharusan bahwa individu-individu yang terhimpun di dalamnya haruslah mendasarkan setiap rasionalisasi keputusannya pada pertimbangan biaya dan keuntungan (efisiensi). Seperti yang dijelaskan oleh para ahli, bahwa sebuah pilihan tindakan yang rasional harus dihadapkan pada pemenuhan utilitas suatu kebutuhan. Dalam merumuskan kebijakan publik, yang merupakan sebuah instrumen dalam memecahkan permasalahan publik, para aktor pembuat kebijakan harus bisa memilih tindakan yang didalamnya sudah mecakup asas-asas efisiensi dimana efisiensi dipahami sebagai analisis biaya-keuntungan yaitu meminimalkan biaya dan memaksimalkan keuntungan.
II.3. CONTOH KASUS
Misalnya dalam menaikkan harga BBM di kala harga minyak dunia semakin melambung akibat adanya ketegangan geo-politik antara Amerika dan Iran di teluk. Opsi kenaikan harga BBM akan menyebabkan subsidi ikut naik sehingga memotong subsidi dianggap sebagai pilihan rasional dalam menghadapi permasalahan naiknya harga minyak dunia tersebut. Namun apakah rasionalitas tersebut kemudian tidak memperhatikan dampak sosial yang lain? Bisa kita lihat, harga BBM yang masih direncanakan akan naik per 1 April 2012 itu sudah membawa ketidak-kondusifan dalam masyarakat. Banyak harga bahan pokok yang sudah naik duluan bahkan di beberapa tempat harga BBM sengaja dinaikkan dengan alasan kelangkaan. Berbagai kekacauan akibat demonstrasi massa penolakan kenaikan harga BBM juga menjadi pemandangan yang akrab dilihat oleh masyarakat. Sehingga akan menjadi sebuah tindakan yang tidak rasional apabila kebijakan pemerintah tersebut masih menggunakan analogi kacamata kuda dalam merasionalkan tindakannya.

Dengan demikian, dalam kaitannya dengan rasionalitas tindakan pembuatan kebijakan publik, tidak semata-mata didasarkan pada efisiensi anggaran semata. Sebagaimana dinyatakan di awal bahwa kebijakan publik haruslah sampai pada akar permasalahan publik sehingga dapat menjadi solusi. Memaksimalkan keuntungan dan meminimalkan biaya, dala kaitannya dengan rasionalitas pemilihan tindakan tersebut harus memperhatikan berbagai macam aspek dan bukan hanya tergantung pada kepentingan pribadi saja. Sebagai contoh adalah opsi kenaikan harga BBM. Dari aspek ekonomi makro, kenaikan ini akan mempertahankan anggaran dengan asumsi subsidi dikurangi atau tetap sehingga tidak mengganggu alokasi anggaran yang lain. Namun demikian dampak sosial yang terjadi, seperti halnya tindakan anarkis para demonstran, justru akan semakin membuat cost yang semakin tinggi. Kenaikan harga BBM yang diikuti dengan naiknya sejumlah kebutuhan publik akan menyebabkan daya beli masyarakat menjadi rendah sehingga akan meyebabkan kemiskinan struktural dimana-mana. Seharusnya kenaikan harga minyak dunia harus diimbangi dengan naiknya subsidi. kenaikan subsidi bisa diambilkan dari pemotongan anggaran tunjangan anggota dewan dan bukan dengan memotong anggaran yang dimiliki oleh kementrian. Memotong anggaran kementrian sama halnya dengan membatasi ruang gerak eksekutif dalam melaksanakan agenda pembangunan.

Subsidi BBM adalah hal yang paling rasional apabila kita melihat permasalahan bangsa ini. Dengan catatan bahwa yang dapat menikmati subsidi tersebut adalah benar-benar rakyat yang tidak mampu. Pemberian BLT hanya akan mendidik rakyat menjadi pasif dan tidak berkembang. Dan kembali pemerintah harus menggunakan filosofi lebih baik memberi kail dan umpan daripada hanya sekedar memberi ikan

II. 4. TANGGAPAN TERHADAP TEORI PILIHAN RASIONAL

Banyak pujian diberikan pada pendekatan pilihan rasional. Ada yang mengatakan pendekatan ini elegan, sangat sederhana tetapi besar manfaanya Pendekatan pilihan rasional bisa diaplikasian dalam berbagai analisis dan perspektif, antara lain bisa digunakan untuk menunjukan bagaimana perilaku diinterpretasikan sesuai ideologi atau budaya, dan bisa pula digunakan untuk membantu pengambil keputusan untuk memilih keputusan yang lebih baik[5].
Namun keberhasilan teori model pilihan rasional ini masih diragukan jika diterapkan di luar batas demokrasi liberal anglo saxon, terutama teletak pada asumsi yang digunakan, yaitu bahwa semua aktor (individu atau institusi, termasuk agen-agen dan institusi – institusi politik) selalu bertindak rasional. Dalam kenyataannya, tidak semua orang termasuk para agen politik bertindak rasional. Sebagian bahkan melakukan kesalahan berulang-ulang.
Atas kelemahan tersebut, banyak pakar-pakar sosial yang mengecam pendekatan pilihan rasional yang menjadikan manusia sebagai objek atau mesin yang disetir oleh kekuatan-kekuatan mekanis dan mengabaikan aspek kemanusiaan. Dalam pendekatan pilihan rasional, hampir tidak ada ruan untuk maksud-maksud humanis, kecuali sebagai respon otomatis terhadap kekuatan-keuatan material.

KESIMPULAN
Teori pilihan rasional adalah sebuah konsep yang menjelaskan bagaimana memilih tindakan yang dapat memaksimalkan kegunaan atau yang dapat memuaskan keinginan dan kebutuhan mereka atau dengan kata lain memaksimalkan keuntungan dan meminimalisir biaya. Meskipun teori ini berakar pada ilmu ekonomi, namun dalam perkembangannya teori ini dapat digunakan untuk mejelaskan fenomena yang terjadi pada berbagai macam disiplin ilmu termasuk di dalamnya bagaimana menjelaskan sebuah pilihan tindakan yang dilakukan oleh birokrasi dalm perumusan kebijakan publik.

Birokrasi yang baik adalah birokrasi yang mampu menghadirkan kemanfaatan bagi publik melalui kebijakan-kebijakan publik yang unggul. Sehingga rasionalitas pola pikir manajer tertinggi dalam sebuah birokrasi akan sangat menentukan ragam kebijakan yang dihasilkannya. Dan yang terpenting adalah bahwa setiap pilihan rasional yang diambil bukan hanya semata-mata dihadapkan pada pemenuhan kepentingan pribadi semata tetapi juga harus mampu mencakup semua aspek-aspek strategis yang menentukan kemajuan atau kemunduran dari sebuah sistem publik. Dengan demikian pilihan rasional dari sebuah pemilihan tindakan birokrasi akan sangat ditentukan oleh rasionalitas seperti apa yang dimiliki oleh pimpinan birokrasi tersebut. 
Daftar pustaka

·         Deliarnov. 2006. “ekonomi politik”. Jakarta:  Erlangga.
·         Coleman, James S, Dasar-Dasar Teori Sosial, Bandung : Nusa Media, 2008.
·         http://www./2home.sol.no/-hmelberg/papers/950520. 15/10/12.



[1] Ibid.h.132
[2] Ibid.h.134
[3] Ibid.
[4] Ibid.h.135
[5] Ibid.h.137.

0 komentar:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...