Buchanan (1972) menjelaskan bahwa Teori Pilihan Rasional adalah teori ekonomi neoklasik yang diterapkan pada sektor publik yang mencoba menjembatai antara ekonomi mikro dan politik dengan melihat pada tindakan warga, politisi, dan pelayan publik sebagai analogi terhadap kepentingan pribadi dan konsumen. Jika demikian, maka kita harus melihat bagaimana Adam Smith, pengarang The Wealth of Nation (1776), menjelaskan bahwa “orang betindak untuk mengejar kepentingan pribadi mereka, melalui mekanisme “the invisible hand” menghasilkan keuntungan kolektif yang memberi manfaat pada seluruh masyarakat”.
Secara umum, rasionalitas yang dikembangkan oleh pakar-pakar ekonomi politik baru, terutama dalam pilihan rasional, terkait dengan konsep – konsep seperti kesukaan / preferensi (preference), kepercayaan (beliefs), peluang (opportunities), dan tindakan (action) .
Menurut William H. Riker dalam Political Science and Rational Choice (1994 dalam Deliarnov), model pilihan rasional terdiri atas elemen-elemen berikut :
1. Para aktor dapat merangking tujuan-tujuan, nilai-nilai, selera, dan strategi-strategi mereka.
2. Para aktor dapat memilih alternatif terbaik yang bisa memaksimumkan kepuasan mereka.
Ilustrasinya adalah semisal ada seorang pemilik toko roti yang memiliki motivasi untuk memperkaya diri mereka dengan keuntungan yang besar. Pilihan yang dia punya adalah, (1) mengeruk keuntungan dengan menekan biaya produksi dengan menggunakan bahan pembuat roti dengan kualitas rendah atau (2) mendapat keuntungan dengan menjual kualitas roti terbaik. Setelah melakukan perangkingan tukang roti tersebut mendapatkan solusi untuk mendapatkan keuntungan yang besar tersebut dipengaruhi oleh produk roti yang harganya murah tetapi dengan kualitas yang lebih tinggi daripada pengusaha toko roti lainnya. Roti dengan kualitas tinggi namun dengan harga yang murah akan membuat orang tertarik dan merasa lebih diuntungkan karena harganya yang murah (terjangkau).
Buchanan dan Tullock (1962) menyebutkan dua asumsi kunci teori pilihan rasional:
1. Individu yang rata-rata lebih tertarik untuk memaksimalkan utilitas (kegunaan). Hal ini berarti preferensi individu-nya akan mengarah pada pilihan-pilihan yang dapat memaksimalkan keuntungan dan meminimalkan biaya.
2. Hanya individu yang membuat keputusan, bukan kolektif. Hal tersebut dikenal sebagai metodologis individualisme dan menganggap bahwa keputusan kolektif adalah agregasi dari pilihan individu.
Heckathorn, dalam (Ritzer and Smart, 2001), memandang bahwa memilih itu sebagai tindakan yang bersifat rasional dimana pilihan tersebut sangat menekankan pada prinsip efisiensi dalam mencapai tujuan dari sebuah tindakan. Asumsi pokok dalam pilihan rasional tersebut adalah sebagai berikut:
Pada bagian lain, Heckathorn juga menyatakan bahwa, dilihat dari struktur umum teori pilihan rasional, ternyata mencakup beberapa terminologi teoritik sebagai berikut; (1) Sekumpulan aktor yang berfungsi sebagai pemain dalam sistem, (2) Alternatif-alternatif yang tersedia bagi masing-masing aktor, (3) Seperangkat hasil yang mungkin diperoleh dari sejumlah alternatif yang tersedia bagi aktor, (3) Seperangkat hasil yang mungkin diperoleh dari sejumlah alternatif yang tersedia bgai aktor, (4) Pemilihan kemungkinan hasil oleh aktor dan (5) Harapan aktor terhadap akibat dari parameter-parameter sistem.
Coleman (1994) memberikan gagasan mengenai teori pilihan rasional bahwa “orang-orang bertindak secara purposif menuju tujuan, dengan tujuan (dan demikian juga tindakan-tindakan) yang dibentuk oleh nilai-nilai atau preferensi”. Dia juga menambahkan bahwa bagi aktor rasional yang berasal dari ekonomi, dalam memilih tindakan-tindakan tersebut seorang aktor akan lebih memaksimalkan utilitas, atau pemenuhan kepuasan kebutuhan dan keinginan mereka. Jadi pada intinya konsep yang tepat mengenai pilihan rasional adalah ketika seseorang memilih tindakan yang dapat memaksimalkan kegunaan atau yang dapat memuaskan keinginan dan kebutuhan mereka.
sumber: Buku Deliarnov. 2006. “Ekonomi Politik”. Jakarta: Erlangga.
*sebagian akses internet*
Catatan Kuliah Ekonomi Politik FISIP HI