Laman

 photo tabfashion.png photo tabtumblr.png photo tabtutorial.png
 photo tabtutorial.png

SEJARAH PERKEMBANGAN STUDI LINGKUNGAN HINGGA MENJADI KAJIAN DALAM DISIPLIN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

PENDAHULUAN

Pertambahan penduduk dan kemajuan teknologi, dulu, kini, dan hari esok telah menuntut ditingkatkannya persediaan bahan pangan dan bahan baku energy. Kenyataannya sekarang daya dukung sumber daya alam semakin labil akibat pemanfaatan yang semakin seenaknya.

Isu lingkungan hidup menjadi sebuah topik dikarenakan adanya kesadaran bahwa jumlah masyarakat yang terus meningkat mengakibatkan aktivitas sosial ekonomi manusia yang mengancam lingkungan. Faktor terpenting dalam permasalahan lingkungan adalah besarnya populasi manusia (laju pertumbuhan penduduk). Pertumbuhan penduduk yang pesat menimbulkan tantangan yang dicoba diatasi dengan pembangunan dan industrialisasi. Namun industrialisasi disamping mempercepat persediaan segala kebutuhan hidup manusia juga memberi dampak negatif terhadap manusia akibat terjadinya pencemaran lingkungan. Sebelumnya orang menduga masalah lingkungan global lebih banyak dipengaruhi faktor alam, seperti iklim, yang mencakup temperatur, curah hujan, kelembaban, tekanan udara dll. Belakangan orang mulai menyadari bahwa aktifitas manusia pun mempengaruhi iklim dan lingkungan secara signifikan. Ambilah contoh penebangan hutan, mempengaruhi perubahan suhu dan curah hujan secara lokal. Ketika area hutan yang hilang semakin luas, maka akibat yang ditimbulkan bukan lagi lokal tapi sudah berskala regional. Menjadi masalah global yang mempengaruhi lingkungan juga misalnya pertumbuhan penduduk dunia yang amat pesat. Pertumbuhan penduduk memiliki arti pertumbuhan kawasan urban dan juga kebutuhan tambahan produksi pangan. Belum lagi ada peningkatan kebutuhan energi. Pada masing-masing kebutuhan ini ada implikasi pada lingkungan.

Dalam ilmu lingkungan manusia mempunyai hak khusus, semuanya dipandang dari kepentingan manusia, tetapi manusia juga harus mempunyai tanggung jawab yang paling besar terhadap lingkungannya dimana tanggung jawab ini tidk mungkin diserahkan kepada makhluk hidup lain. Manusia memandang alam dari sudut pandang manusia, yaitu antroposentrik. Manusia menganggap alam diciptakan untuk kepentingan dirinya. Secara implisit bahwa sudah sejak lama telah dibutuhkan bangun alam agar tercipta lingkungan yang sesuai dengan kehidupan manusia. Ilmu dan tekhnologi diciptakan untuk menguasai alam. Dengan pandangan antroposentrik yang disertai dengan keinginan taraf hidup yang makin tinggi dan perkembangan ilmu dan teknologi yang amat pesat, eksploitasi lingkungan semakin meningkat. Kecenderungan peningkatan itu ditambah pula oleh anggapan adanya sumber daya umum yang dimiliki bersama atau boleh dikatakan tidak ada yang memiliki. Oleh karena itu perlunya mempelajari ilmu lingkungan hidup agar dapat menempatkan diri sesuai dengan porsinya di dalam lingkungan yang harus kita jaga.

SEJARAH PERKEMBANGAN STUDI LINGKUNGAN HIDUP GLOBAL

Isu lingkungan hidup pertama kali diangkat sebagai sebagai salah satu agenda dalam pertemuan negara-negara dalam ranah hubungan internasional pada tahun 1970-an, hal ini ditandai dengan diselenggarakannya Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang lingkungan hidup pada tahun 1972 di Stockholm, Swedia yang lebih dikenal dengan Stockholm Conference. Sejak tahun ini isu lingkungan hidup dan pembangunan menjadi agenda penting di forum regional dan multirateral hal ini dikukuhkan dengan diadakannya beberapa pelaksanaan konverensi internasional antara lain: pertama, Mengenai "HUMAN INVIRONMENT" di Stocholen Swedia. Konverensi kedua dalam sidqng majelis umum PBB ke-27 membentuk "Governing Council United Nations Environmen Program (GC-UNEP) yang memberi mandat antara lain: 1. Mendorong kerjasama internasional  di lingkungan hidup. 2. Menerbitkan laporan mengenai kondisi lingkungan global termasuk mengkaji dampak penerapan dampak kebijakan dalam lingkungan bagi kegiatan-kegiatan pembangunan di negara berkembang. Setelah itu tahun 1982 disahkan "World Chapter for nature" dan "Deklarasi Nairobi" yang isinya menekankan kembali keprihatinan masyarakat dunia terhadap semakin meningkatnya kerusakan lingkungan dan urgensinya penanganan masalah ini melalui kerjasama global. Kemudian Konverensi Tingkat Tinggi (KTT) bumi di rio de jenairo brazil tahun 1992. Yang menegaskan penilaian masyarakat internasional perlindungan masalah lingkungan hidup menjadi masalah bersama dan pembangunan lingkungan hidup tidak lepas dari pembangunan sosial dan ekonomi.

Konferensi yang diadakan oleh PBB yang diadakan di Stockholm Swedia dengan alasan semakin menurunnya kualitas lingkungan dan semakin meningkatnya konsen masyarakat dunia pada saat itu, dalam hal ini juga didasarkan atas kekhawatiran banyak kalangan pemerhati lingkungan di Eropa. Selain itu pada saat itu juga terbit buku riset kajian Club of Rome, yang berjudul The Limits to Growth, Club of Rome merupakan kelompok think thank berpengaruh di Eropa, dalam buku tersebut memaparkan bahwa seiring kemajuan pesat indutri dan pertumbuhan penduduk dunia sumber daya alam di bumi semakin menipis, dimana kemudian hal ini menjadi penyebab negatif yang merusak tata lingkungan global yang jika keadaan seperti ini terus dibiarkan akan berefek buruk dan menciptakan krisis pangan dan krisis sumber daya secara global.

Konferensi lingkungan hidup PBB yang berlangsung di Stockholm tersebut kemudian menghasilkan sebuah resolusi mengenai pembentukan United Nations Environmental Program (UNEP), dapat dikatakan bahwa UNEP merupakan awal pelaksana komitmen mengenai lingkungan hidup dalam hubungan kerjasama antar negara, yang kemudian melahirkan gagasan dari pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development) dengan pertemuan-pertemuan serta pembahasan yang berkesinambungan, dan diangkat secara global dalam forum dan konferensi internasional. Dalam perkembangannya konferensi-konferensi internasional yang membahas mengenai masalah lingkungan dari tahun ketahun seperti yang tertera diatas, terus diadakan dalam mencari solusi dalam penanggulangan masalah yang dianggap sulit dalam tata lingkungan hidup global saat ini, pertemuan antar negara-negara dalam membahas masalah lingkungan hidup terangkum dalam UNFCCC (United Nations Framework Convention on Climate Change), dimana hasil dari salah satu pertemuan UNFCCC yang diadakan yaitu mengenai kesepakatan negara-negara pada tahun 1997 untuk membuat konsensus penanganan lingkungan yang dirangkum dalam suatu protokol yang disebut Protocol Kyoto, hingga dalam perkembangan berikutnya pertemuan lingkungan yang melibatkan negara-negara masih terus dilakukan dalam lingkup UNFCCC.


SEJARAH PERKEMBANGAN STUDI LINGKUNGAN HINGGA MENJADI DISIPLIN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL


Di era modern saat ini, HI muncul sebagai studi yang mempelajari isu-isu dalam lingkup internasional yang menjadikan studi ini sebagai ilmu yang sangat dinamis keberadaanya. HI mengkaji permasalahan yang berbau politik seperti perang, isu perdamaian, ataupun kedaulatan negara yang diagung-agungkan eksistensinya. Padahal dalam era yang mengglobal ini, isu kesadaran lingkungan, kemiskinan dunia, ekonomi, atau terorisme merupakan masalah yang masuk dalam cakupan kajian Hubungan Internasional. karena keberadaannya dapat menjadi dampak buruk bagi kelangsungan hidup manusia di muka bumi.

Caroline Thomas (dalam Faripasha 2009: 28) menyebutkan respon masyarakat internasional terhadap perubahan iklim global dibagi dalam tiga fase.
1. Fase pertama yakni fase meningkatnya kerja sama para ilmuwan dalam mengembangkan wawasan dan pengetahuan tentang permasalahan perubahan iklim. Fase ini terjadi pada tahun 1972 hingga 1988.
2. Fase kedua yakni pada periode tahun 1988 hingga 1990. Pada fase ini pemanasan global telah masuk dalam wacana politik serta negara – negara mulai mengadakan berbagai pertemuan untuk mendiskusikan mengenai respon terhadap pemanasan global serta melahirkan gagasan untuk membentuk panel ilmuwan.
3. Fase ketiga, yakni pada periode setelah tahun 1990. Dalam fase ini, negarawan mulai menegosiasikan konvensi internasional pemanasan global melalui komite negosiasi antar pemerintah (International Negotiating Committee/ INC) dalam rangka pembentukan kerangka konvensi. Negosiasi mengenai perubahan iklim ini terus menerus diselenggarakan oleh INC hingga KTT Bumi UNCED tahun 1992 di Rio de Janeiro (Faripasha 2009: 29).

Isu lingkungan hidup dipandang secara berbeda oleh perspektif – perspektif yang ada dalam hubungan internasional. Isu lingkungan hidup menjadi perdebatan utama antara kaum modernis dan ekoradikal (Jackson & Sorensen 1999, 326). Kaum modernis berpendapat bahwa lingkungan hidup bukan masalah yang serius. Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi akan memungkinkan kita melindungi lingkungan hidup yang ada. Berbeda dengan pandangan kaum modernis, kaum ekoradikal memiliki pendapat yang jauh berbeda. Menurut mereka (kaum ekoradikal) lingkungan hidup merupakan masalah yang serius. Perubahan drastis dalam gaya hidup masyarakat ditambah pengendalian populasi untuk memajukan pembangunan berkelanjutan adalah sesuatu yang mutlak diperlukan. Selain itu juga terdapat pemikiran bahwa masalah kerusakan lingkungan, seperti global warming merupakan hasil konstruksi dari negara – negara maju.

Menurut Greene, ada beberapa hal yang menjadi alasan mengapa isu lingkungan ni nmnenjadi salah satu fokus penting dalam Hubungan Internasional. Yang pertama, beberapa masalah lingkungan hidup sudah menjadi permasalahan global. Seperti emisi gas yang menyebabkan perubahan iklim di seluruh dunia. Yang kedua, beberapa masalah lingkungan berhubungan dengan eksploitasi sumber daya yang dimiliki bersama. Misal jika pembuangan limbah dilakukan di laut perbatasan dua negara tentu dampaknya juga akan mengenai kedua negara tersebut. Yang ketiga, banyak masalah lingkungan yang sifatnya transnasional dan tak terikat oleh batas wilayah. Yang keempat, meskipun permasalahnnya hanya tingkat lokal, namun dialami lintas negara. Yang kelima, permasalah lingkungan berkaitan juga dengan ekonomi-sosial maupun politik.

Permasalahan lingkungan hidup menjadi sangat kompleks karena menyankut eksploitasi terhadap sumber daya global seperti lautan, suhu bumi dan atmosfir sehingga kerusakan di suatu negara akan berdampak dan mengancam pada negara lain pula, selain itu pada masa ini masalah lingkungan hidup bukan lagi menjadi suatu kajian masalah yang hanya melibatkan negara saja sebagai aktor dalam penanganannya. Seiring dengan perkembangannya isu-isu dan masalah lingkungan hidup masuk dalam ranah hubungan internasional organisasi-organisasi seperti NGO (Non Governmental Organization) dan bahkan individu-individu turut dalam penanganan masalah lingkungan hidup.

Saat ini dunia internasional telah menyentuh ranah lingkungan. Karana masalahnya yang semakin kompleks. Hal ini didasari oleh semakin memprihatinkannya kondisi lingkungan yang terus menerus tercemar dari waktu kewaktu. Hubungan Internasional telah berkembang pada isu – isu lingkungan global yang dilatar belakangi oleh :
1. pertama, masalah lingkungan yang saat ini tengah dihadapi manusia mempengaruhi kehidupan setiap manusia dan solusi yang tepat adalah pengelolaan secara efektif dengan melakukan kerja sama dengan sebagaian bahkan semua negara di dunia.
2. Kedua, permasalahan lingkungan telah menunjukkan peningkatan baik dalam skala regional maupunn lokal. Contohnya, degradasi urban, penggundulan hutan, dan kelangkaan air.
3. Ketiga, terdapat hubungan yang kompleks antara permasalahan lingkungan dan perekonomian yang mengglobal.
Tiga hal itu yang pada umumnya menjadikan lingkungan hidup global masuk dalam disiplin Hubungan Internasional.

Dalam isu lingkungan hidup terdapat beberapa fokus masalah, salah satunya adalah masalah pemanasan global (Global Warming) yang secara mencakup terhadap masalah kelestarian hutan, perubahan iklim, dan fenomena alam dalam hal ini bukan hanya mencangkup urusan suatu negara saja melainkan menjadi urusan internasional yang dampaknya pun akan dirasakan oleh seluruh manusia dinunia. Oleh karenanya, isu-isu dan masalah lingkungan hidup menjadi urusan internasional yang mencangkup negara seluruh dunia.


REFERENSI
Faripasha, Erik. (2009). Dinamika Kemunculan Rezim Lingkungan Global dan Politik Lingkungan Hidup Global. dari: http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/131877-T%2026745-Kebijakan%20luar-Tinjauan%20literatur.pdf

Jackson, R, & Georg Sorensen. 1999. Pengantar Studi Hubungan Internasional (terj. Dadan Suryadipura,Introduction to International Relations). Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Dari: http://alberta-nilasari-fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-82231-Teori%20Hubungan%20Internasional-Week%2010.html

Karns, Margaret P. & Mingst, Karen A. (2004). International Organizations: The Politic and Processof Global. Dari: http://sausan-n-fisip11.web.unair.ac.id/artikel_detail-46604-Umum-IsuIsu%20Lingkungan%20Hidup%20dalam%20Hubungan%20Internasional.html

Akses Dari: http://www.slideshare.net/iwanpalembang/bab-v-masalah-lingkungan-b

Akses internet Dari: http://www.theglobal-review.com/content_detail.php?lang=id&id=8697&type=10#.Un-T3X0xW2c

*digunakan sebagai tugas studi lingkungan global

Bisnis Internasional 2

PERENCANAAN STRATEGIS GLOBAL

Perencanaan strategis merupakan proses organisasi untuk menentukan arah, tujuan, strategi, yang mengimplementasikan rencana aksi serta membuat keputusan guna mealokasikan sumber daya dengan tujuan melaksanakan strategi serta mencapai tujuan yang telah ditentukan.

Komponen-komponen dalam perencanaan strategis ini mencangkup visi, misi, nilai-nilai, dan strategi organisasi. Visi merupakan pandangan jangka panjang yang akan terealisasi dimasa depan yangnmengacu kepada sebuah tujuan organisasi tersebut. Misi merupakan tindakan-tindakan nyata dan strategi yang digunakan unyukmencapai visi tersebut. Sedangkan nilai merupakan sebuah kepercayaan dan kesepakatan para pemegang kepentingan dalam organisasi tersebut. Strategi dapat dinamakan faktor-faktor penunjang serta cara-cara yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut.

Empat kecenderungan dalam konteks NMC yang dapat mempengaruhi proses perencanaan strategis.
1. Entrosentris. Adalah Rencana yang disusun tergantung pada nilai dan kepentingan perusahaan induk.
2. Polisentris adalah rencana yang disusun atas dasar memperlihatkan kebutuhan kultur atau budaya setempat.
3. Regiosentris adalah rencana keuntungan dan penerimaan yang dipakai untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan regional.
4. Geosentris merupakan perencanaan dengan pandangan global membuat produk global dengan variasi lokal.

Proses perencanaan strategis

Tahap pertama adalah Formulasi Strategis yang dilakukan bedasarkan hasil evaluasi lingkungan eksternal maupun internal dan identifikasi tujuan jangka panjang dan pendek. Dalam lingkup eksternal mencangkup pengumpulan dan penilaian informasi. Prosesnya mempertimbangkan 5 penentu daya saing yaitu: para pembeli, pemasok, pendatang baru dalam industri, ketersediaan barang dan jasa pengganti, serta kompetisi diantara para pesaing. Dalam lingkungan internal dipertimbangkan mengenai: sumber daya fisik perusahaan, kompetisi personil, cara-cara untuk memberdayakan sumberdaya tersebut secara strategis dan menguntungkan bagi bisnis NMC itu.

Tahap kedua, Implementasi Strategi merupakan proses pelaksanaa yang dibuat guna mencapai tujuan organisasi tersebut. Aspek yang dipertimbangkan adalah lokasi, keputusan kepemilikan, dan implementasi bidang fungsional. Termasuk pemasaran, yang mengidentifikasi kebutuhan konsumen dan rencana untuk memproduksi barang/jasa yang diinginkan konsumen. Manufakturing terkait dengan rencana pemasaran yang memastikan produk yang dibuat, dijual pada waktunya, serta berkoordinasi dengan SDM akan teknologi dan pembelian. Keuangan, Pembelian, dan terakhir Teknologi dan SDM.

Tahap ketiga adalah Pengawasan dan evaluasi proses dimana evaluasi ini melibatkan bagaimana cara kerja bisnis NMC dalam pelaksanaan untuk mencapai tujuannya. Serta melakukan pengawasan terkait kegiatan bisnis dalam mencapai tujuan yang telah dilakukan. Diukur dengan Return on investment, pertumbuhan penjualan, pangsa pasar, biaya pengembangan produk baru, hubungan dengan negara tuan rumah, dan kinerja manajemen secara keseluruhan.

*sebagai resume mata kuliah bisnis internasional.

BISNIS INTERNASIONAL 1

KULTUR INTERNASIONAL

Kultur adalah pengetahuan perolehan yang dipergunakan orang untuk menginterpretasikan pengalaman dan membangkitkan prilaku sosial (Hodgetts dan Luthans, 1991, 35). Kultur membentuk nilai-nilai dan sikap-sikap serta perilaku perorangan dan kelompok. Suatu tantangan dalam bisnis internasional guna memperluas perspektif untuk menghindari pembuatan keputusan-keputusan bisnis atas dasar konsepsi-konsepsi yang salah. Sebab konsepsi yang salah adalah etnosentrisme, merupakan keyakinan bahwa cara seseorang melakukan sesuatu adalah lebih unggul dari yang lain. Prilaku etnosentrisme adalah patronisasi, tidak menghormati, atmosfir superioritas, dan prilaku yang tidak kenyal. Contoh dalam dunia bisnis adalah: 1). Tidak menyesuaikan produk dengan kebutuhan khusus pasar tertentu. 2). Membawa peluang keuntungan tanpa re-investasi dalam pasar luar negri. 3). Mengisi posisi kunci pada unit-unit usaha diluar negri dengan para manajer nasionalnya sendiri yang telah melakukan tugas secara baik dalam negri tetapi tanpa pengalaman internasional.
Unsur-unsur kultur
1. Bahasa
Bahasa adalah kritikal bagi kultur oleh karna bahasa merupakan sarana yang dipakai untuk menyampaikan informasi dan ide-ide. Bahasa dapat (a) memberi peluang bagi pemahaman lebih jelas bagi situasi. (b) memberikan akses langsung kepada orang-orang setempat. (c) memberikan peluang bagi yang bersangkutan untuk mampu memetik nuansa-nuansa, arti-arti yang berimplikasi dan informasi-informasi lain yang tidak dinyatakan langsung dan terbuka. Sehingga bahasa membantu seseorang dalam memahami kultur.
2. Agama
Agama merupakan keyakinan seseorang. Terdapat beberapa agama didunia antara lain: Islam, Yahudi, Katolik, Protestan, Hindu, Budha, dan Konfusius. Agama dapat mempengaruhi gaya hidup, keyakinan, nilai, dan sikap dan dapat pula mengandung akibat dramatis terhadap cara orang dalam bertindak, satu dengan yang lain serta terhadap mereka dalam masyarakat yang lain.
3. Nilai-nilai dan sikap-sikap
Nilai-nilai merupakan keyakna dasar yang dimiii seseorang tentang apa yang salah dan yang benar, baik dan tidak baik, penting dan tidak penting. Sikap adalah perilaku seseorang dalam bertindak. Sikap-sikap yang bersumber dari niai-nilai langsung mempegaruhi bisinis internasional. Dengan menyadari bahwa nilai-nilai dan sikap-sikap dari orang-orang dalam kultur, perusahaan bisnis dapat secara efektif memposisikan produknya. Dalam hal-hal tertentu terdapat pula sikap-sikap negatif terhadap barang-barang buatan asing, menyebabkan perusahaan-perusahaan tertetu tidak menekankan asal mereka.
4. Adat istiadat dan budi pekerti
Adat istiadat adalah praktek-praktek yang umum dan baku. Budi pekerti adalah
prilaku-prilaku yang dianggap sesuai atau pantas dalam suatu masyarakat. Adat istiadat menentukan bagaimana sesuatu hal dilakukan, sedang budi pekerti dipergunaan dalam melaksanakannya. Adat istiadat kemasyarakatan dan budi pekerti yang dianut dan dipraktekkan berbeda dalam negara-negara diseluruh dunia. Dan adat istiadat juga menentukan cara sebuah perusahaan mengiklankan dan memasarkan produk-produk mereka.
KULTUR MATERIL
Kultur materil terdiri dari objek-objek yang dibuat. Yang menjadi fokus adalah bagaimana orang membuat benda-benda (termasuk teknologi-teknologi yang dilibatkan) dan siapa yang membuatnya serta bagaimana hal tersebut dilakukan (ekonomi dan situasi). Dalam hal ini yang dibahas adalah infrastruktur ekonomi dasar seperti transportasi, komunikasi, dan energi. Infrastruktur sosial terdiri dari: sistem-sistem kesehatan, perumahan dan pendidikan negeri. Infrastrutur finansial menyediakan jasa-jasa perbankan, asuransi dan keuangan.
Estetika
Estetika terkait erat dengan selera-selera artistik dari suatu kultur. Yang mempelajari bagaimana perbedaan-perbedaan tersebut mempengaruhi perilaku-perilaku.
Pendidikan
Pendidikan mempengaruhi banyak aspek dari kultur. Memberikan pemahaman tentang apa yang terjadi didunia. Dan membuat produktivitas ekonomi dan kemajuan teknologi lebih mudah dicapai.
Dimensi-dimensi kultur dan sikap
Bahasa, agama, niai-nilai serta sikap-sikap budi pekerti dan adat istiadat, barang-barang kebendaan, estetika dan pendidikan adalah unsur-unsur dari kultur yang menerangkan perbedaan-perbedaan prilaku dikalangan orang-orang dalam masyarakat, lokal, regional, kawasan dan global.
Dimensi-dimensi kultur
Geert Hofstede menemukan empat dimensi-dimensi kultur yaitu: 1. Jarak kekuasaan adalah kadar terhadap anggota-anggota yang kurang berkuasa dari organisasi-organisasi dan lembaga-lembaga menerima kenyataan bahwa kekuasaan tidak didistribusikan secara merata. 2. Penghindaran ketidak pastian adalah sejauh mana orang-orang merasa terancam oleh situasi-situasi yang tidak menentu dan yang telah menciptakan lembaga-lembaga dan keyakinan-keyakinan untuk meminimumkan atau menghindari ketidakpastian-ketidakpastiaan. 3. Individualisme adalah kecenderungan dari orang-orang untuk mengurus diri mereka sendiri dan hanya keluaga dekat mereka. Hal ini berlawanan dengan kolektivisme merupakan kecenderungan orang-orang untuk menjadi bagian dari atau bergabung dengan kelompok-kelompok yang mengurus sesama dalam pertukaran untuk loyalitas. 4. Maskulinitas adalah ukuran yang diberikan kepada nilai-nilai dominan dari masyarakat dalam bentuk sukses, uang, dan benda. Hal ini merupakan lawan dari feminitas dimana ukuran nilai-nilai dominan dari masyarkat yang terkait dengan kepedulian bagi orang lain dan mutu hidup. Keempat dimensi tersebut mempengaruhi kultur suatu masyarakat secara menyeluruh yang bermuara pada suatu lingkungan yang unik.
Dimensi-dimensi sikap
Ronen dan Shenkar menemukan empat bidang kultur utama yaitu: 1. Pentingnya tujuan-tujuan kerja. 2. Definisi kebutuhan pemenuhan keinginan dan kepuasan dalam pekerjaan. 3. Variabel-variabel manajerial dan organisasi. 4. Peran kerja dan orientasi-orientasi antar perorangan. Sebuah perusahaan multinasional harus mengerti sifat dari kultur dimana perusahaan tersebut akan melakukan bisnisnya.
Kultur dan manajemen strategis
Yang diperhatikan adalah tiga aspek penting yaitu: 1. Sikap-sikap kerja adalah penting bagi perusahaan multinasional terhadap sikap-sikap tersebut karena dapat mempengaruhi baik kualitas maupun kuantitas output dari pekerja. Sikap kerja merupakan sebuah komitmen organisasi. 2. Motivasi keberhasilan. Kebutuhan akan keberhasilan merupakan suatu kebutuhan yang dipelajari, sebagian besar ditentukan oleh kultut yang berlaku. 3. Waktu dan masa depan adalah pandangan masyarakat mengenai waktu dan bagaimana seharusnya waktu tersebut dipergunakan.
Pelatihan kultur silang
Program-program orientasi kultur digerakan kearah pembiasaan personil dengan lembaga-lembaga kultur dan sistem-sistem nilai dari negeri tuan rumah. Asimilator kultur adalah pendekatan-pendekatan belajar terprogram yang khusus dipersiapkan khusus untuk memperkenalkan para individu dengan beberapa konsep-konsep dasar, sikap-sikap, adat istiadat, nilai-nilai dan persepsi-persepsi peran dari kultur lain.


*Resume materi kuliah Bisnis Internasional

Teriakkanku part1

Sampai hari ini jujur aku lelah. Memang harusnya tak ada yang dipermasalahkan. Toh hidupku baik2 saja. Seharusnya tak ada yang harus dikeluhkan. Toh semuanya berjalan biasa saja. Tapi batinku... Masih saja merengek, kakiku masih saja tak dapat berdiri sendiri, bahkan sifatku yang manja tak kunjung selesai. Entah kapan datang kemandirian itu.

Aku masih saja mengeluhkan hidupku yang besar tanpa seorang ayah sejak 14thn lalu. Dan aku masih saja merenungi bagaimana hidupku dapat berlanjut tanpa satu pun orang tua disisiku sejak ibuku tiada pertengahan 2012 lalu.

Yah memang, aku lahir dari 9 bersaudara. Dan aku yang kesembilan itu, artinya aku terakhir. Seharusnya tak ada yang aku pikirkan, toh kakak ku banyak. Tapi justru entah mengapa aku selalu merasa sendiri. Karna disisi lain ada masalah internal keluarga yang sangat berbelit. Masalah yang mungkin nanti akan kuceritakan disini. Itu salah satu alasan mengapa aku merasa sendiri.

Bersambung...

Tangerang,
13 Febuari 2013

Dampak Positif dan Negatif Globalisasi

DAMPAK POSITIF

- Komunikasi Semakin Mudah dan Cepat
Semakin mudahnya komunikasi saat ini baik melalui internet, media televisi, maupun media cetak. Dulu membutuhkan waktu lama (berhari-hari) untuk berkomunikasi melalui media komunikasi konvensional surat menyurat. Tetapi saat ini masyarakat lebih menyukai menggunakan media komunikasi yang mudah dan cepat yaitu dengan telepon, internet dan sosial media. Kemajuan di bidang teknologi, komunikasi, informasi, dan transportasi yang memudahkan kehidupan manusia.

- Berkembangnya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang pesat Memudahkan memperoleh informasi dan ilmu pengetahuan. Sehingga mudahnya akses menuntut ilmu diluar negeri. Mempunyai mobilitas yang tinggi. Dapat mengundang turisme untuk meningkatkan pariwisata dan membantu pembangunan negara.

- Laju perekonomian berkembang pesat menarik para insvestor
Globalisasi membuat laju perekonomian dinegeri ini semakin menggeliat. Indonesia juga selalu dilirik oleh dunia internasional sebagai tempat terbaik untuk berinvestasi terutama untuk sektor pertambangan, pertanian dan industri tekstil. Sehingga dapat memperoleh lebih banyak modal dan teknologi yang lebih baik. Hal ini bisa mengatasi kelangkaan modal di Indonesia. Meluaskan pasar untuk produk dalam negeri. Dengan masuknya nilai-nilai barat untuk Meningkatkan etos kerja yang tinggi, suka bekerja keras, disiplin, mempunyai jiwa kemandirian, rasional, sportif, dan lain sebagainya.

- Meningkatnya Taraf Hidup Masyarakat
Dunia yang tanpa batas saat ini memungkinkan seseorang untuk berusaha meningkatkan taraf hidupnya dan juga keluarganya. Tidak sedikit warga negara kita yang bekerja diluar negeri untuk membiayai kebutuhan keluarganya didalam negeri. Hal ini ditandai dengan Semakin mudah mengakses modal investasi dari luar negeri. Semakin mudah memperoleh barang-barang yang dibutuhkan masyarakat dan belum bisa diproduksi di Indonesia.Semakin meningkatnya kegiatan pariwisata, sehingga membuka lapangan kerja di bidang pariwisata sekaligus menjadi ajang promosi produk Indonesia. Meskipun demikian, sudah seharusnya era globalisasi ini diimbangi dengan manusia yang berpendidikan dan berkarakter.

DAMPAK NEGATIF

- Westernisasi (kebarat-baratan)
Dampak negatif globalisasi yang juga dirasakan oleh bangsa Indonesia saat ini adalah menjamurnya budaya barat. Tidak semua budaya Barat baik dan cocok diterapkan di Indonesia. Budaya negatif yang mulai menggeser budaya asli adalah anak tidak lagi hormat kepada orang tua, kehidupan bebas remaja, dan lain-lain. Informasi yang tidak tersaring sehingga menimbulkan pengaruh seperti pornografi dan aksi, kekerasan, dan pergaulan bebas. Kenyataannya saat ini banyak sekali budaya barat di Indonesia tetapi sebaliknya jarang sekali orang-orang yang mau melestarikan budaya asli Indonesia itu sendiri.

- Sikap Individualiasme
Saat ini, kita memerlukan bantuan alat atau perangkat untuk mempermudah aktifitas kita dan kita merasa tak perlu lagi bantuan manusia. Hal ini yang menyebabkan manusia semakin individualistik, padahal hakikat manusia sebenarnya adalah mahluk sosial. Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan menyebabkan orang-orang cenderung individualistis. Masyarakat merasa dimudahkan dengan teknologi maju membuat mereka merasa tidak lagi membutuhkan orang lain dalam beraktivitasnya. Kadang mereka lupa bahwa mereka adalah makhluk sosial.

- Kesenjangan sosial semakin besar
Sudah menjadi rahasia bersama jika antara orang miskin dan orang kaya dinegeri ini sangat besar sekali. Satu sisi globalisasi membuka peluang untuk orang-orang yang berpendidikan, sedangkan disatu sisi lagi globalisasi membuat orang-orang kecil semakin sulit bertahan hidup. Ini yang menyebabkan kesenjangan sosial di Indonesia semakin lebar setiap tahunnya. Apabila dalam suatu komunitas masyarakat hanya ada beberapa individu yang dapat mengikuti arus modernisasi dan globalisasi maka akan memperdalam jurang pemisah antara individu dengan individu lain. Hal ini menimbulkan kesenjangan sosial.

- Pola Hidup Konsumtif

Sifat Konsumtif dibentuk oleh kita yang cenderung berbelanja produk-produk yang kita inginkan bukan yang kita perlukan. Kemudahan akses dalam berbelanja dan menbanjirnya produk-produk branded menyebabkan pola hidup konsumtif semakin merajalela. Perkembangan industri yang pesat membuat penyediaan barang kebutuhan masyarakat melimpah. Dengan begitu masyarakat mudah tertarik untuk mengonsumsi barang dengan banyak pilihan yang ada.

*Dicatat dan digunakan sebagai catatan matakuliah Globalisasi

Analisis Kasus Ekonomi Politik : KEBIJAKAN PRIVATISASI

Privatisasi adalah menjual perusahaan negara didalam periode krisis. Tujuannya adalah melindungi perusahaan negara dari interversi kekuatan-kekuatan politik dan melunasi pembayaran utang luar negri.
Secara teori, privatisasi membantu terbentuknya pasar bebas, mengembangnya kompetisi kapitalis, yang oleh para pendukungnya dianggap akan memberikan harga yang lebih kompetitif  kepada publik. Sebaliknya, para sosialis menganggap privatisasi sebagai hal yang negatif, karena memberikan layanan penting untuk publik kepada sektor privat akan menghilangkan kontrol publik dan mengakibatkan kualitas layanan yang buruk, akibat penghematan-penghematan yang dilakukan oleh perusahaan dalam mendapatkan profit.
Privatisasi, dalam perspektif nasionalisme memegang peranan penting dalam pembangunan perekonomian nasional. Penjualan aset publik kepada pihak swasta mengurangi peran pemerintah dalam mengalokasikan sumber daya publik kepada masyarakat. Orientasi pembangunan yang mengacu kepada pertumbuhan ekonomi yang pesat menuntut partisipasi pihak swasta dan asing untuk secara aktif terlibat dalam proses pembangunan nasional.
Pertimbangan dan tujuan dari privatisasi dari setiap negara berbeda-beda, pertimbangan aspek politis yang utama dari privatisasi mencerminkan adanya kesadaran bahwa beban pemerintah sudah terlalu besar, sementara sektor swasta lebih dapat melakukan banyak hal secara efisien dan efektif dibandingkan dengan lembaga pemerintah dan kegiatan-kegiatan yang terkait bisnis. Pandangan dari sisi manajemen puncak perusahaan, tujuan privatisasi lebih ditekankan kepada manfaat terhadap pengelolaan perusahaan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Privatisasi sebagai salah satu isu yang sangat penting dalam upaya mewujudkan demokratisasi ekonomi yang melibatkan pihak swasta baik swasta nasional maupun asing, untuk secara aktif terlibat dalam proses pembangunan.
Dalam analisis ini teori yang diambil dari teori Ekonomi Politik adalah:
Teori Pilihan Rasional.
Buchanan (1972) menjelaskan bahwa Teori Pilihan Rasional adalah teori ekonomi neoklasik yang diterapkan pada sektor publik yang mencoba menjembatai antara ekonomi mikro dan politik dengan melihat pada tindakan warga, politisi, dan pelayan publik sebagai analogi terhadap kepentingan pribadi dan konsumen.

            Adam Smith, pengarang The Wealth of Nation (1776), menjelaskan bahwa “orang betindak untuk mengejar kepentingan pribadi mereka, melalui mekanisme “the invisible hand” menghasilkan keuntungan kolektif yang memberi manfaat pada seluruh masyarakat”.

Heckathorn, dalam (Ritzer and Smart, 2001), memandang bahwa memilih itu sebagai tindakan yang bersifat rasional dimana pilihan tersebut sangat menekankan pada prinsip efisiensi dalam mencapai tujuan dari sebuah tindakan.

            Kaum klasik menegaskan bahwa manusia rasional adalah yang selalu berusaha memilih alternatif terbaik dari berbagai pilihan yang tersedia, sesuai kendala dan keterbatasan yang dimiliki.
Bagi pakar ekonomi politik baru, yang penting adalah bahwa pilihan rasional bisa dilaksanakan, baik oleh pribadi-pribadi atau oleh pemerintah. Mereka tidak menolak kerangka eksistensi politik, tetapi mereka mengasumsikan bahwa perilaku politik dan institusi-institutsi politik bisa dianalisis seperti halnya perilaku ekonomi dan institusi-institusi pasar[1].
Pendekatan pilihan publik
Pilihan publik adalah suatu sikap individu dalam menentukan pilihan mereka secara rasional. Dalam ekonomi politik, analisisnya tertuju pada aktor. Aktor dianggap sebagai pelaku dari kegiatan ekonomi dan politik dan berlandaskan pada asumsi dasar individualisme metodologis, yang menempatkan sikap rasional idividu di dalam institusi non-pasar.[2]

Privatisasi merupakan kebijakan yang diambil pemerintah untuk mendapatkan devisa bagi negara dengan menjual sebagian saham milik aset milik negara ke pihak lain. Kebijakan Privatisasi sendiri diatur oleh Undang-Undang No. 5 tahun 1999. Seperti fungsinya sebuah kebijakan privatisasi merupakan kebijakan yang diambil dari usulan yang di bawa atau diberikan oleh pemerintah sebagai upaya untuk menstabilkan kondisi keuangan dan untuk meningkatkan devisa atau penerimaan negara, dan harus mendapat persetujuan dari DPR RI terlebih dahulu baru kebijakan tersebut bisa diambil. Oleh karena itu kebijakan privatisasi merupakan salah satu kebijakan ekonomi politik Indonesia yang diharapkan dapat membawa manfaat yang besar bagi Indonesia.
Salah satu kasus privatisasi yang mendapat persetujuan DPR RI dan yang sudah terjadi adalah penjualan sebagian saham PT Indosat Tbk dan PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel) Tbk kepada pihak luar, dalam hal ini sebagian saham yaitu sebesar 35 persen saham Telkomsel dibeli oleh Singapore Telecom (Singtel) dan sebagian saham Indosat yaitu sebesar 41,94 persen saham dibeli oleh Singapore Technologies Telemedia (STT).
Privatisasi merupakan salah satu pilihan pemerintah yang diambil untuk menstabilkan kondisi keuangan negara dan untuk menambah devisa dari hasil penjualan sebagian saham BUMN atau aset milik negara lainnya ke investor atau pihak lain yang memiliki kemampuan management dan financial, baik di dalam dan luar negeri.

Dengan demikian, dalam kaitannya dengan rasionalitas tindakan pembuatan kebijakan publik, tidak semata-mata didasarkan pada efisiensi anggaran semata. Sebagaimana dinyatakan di awal bahwa kebijakan publik haruslah sampai pada akar permasalahan publik sehingga dapat menjadi solusi. Memaksimalkan keuntungan dan meminimalkan biaya, ada kaitannya dengan rasionalitas pemilihan tindakan tersebut harus memperhatikan berbagai macam aspek dan bukan hanya tergantung pada kepentingan pribadi saja.
Good Governance adalah cara mengatur pemerintahan yang memungkinkan layanan publiknya efisien, sistem pengadilannya bisa diandalkan dan administrasinya bertanggung jawab pada publik (Meier, 1991:299-300). Dan dalam pemerintahan seperti ini mekanisme pasar merupakan pertimbangan utama dalam proses pembuatan keputusan mengenai alokasi sumber daya.
Konsep privatisasi seharusnya diarahkan terutama untuk kepentingan perusahaan dalam rangka pengembangan usahanya, tidak semata-mata untuk menutup APBN. Untuk pengembangan usaha, perusahaan memerlukan tambahan modal dan salah satunya berasal dari penerbitan saham yang dijual ke publik. Dengan tambahan modal tersebut perusahaan mempunyai kapasitas untuk meminjam sehingga dimungkinkan untuk memperoleh dana pinjaman dari kreditur. Kombinasi dari modal intern dan ekstern ini memungkinkan perusahaan mengembangkan usahanya ke peningkatan volume, penciptaan produk dan atau jenis usaha yang dinilai feasible sehingga volume pendapatannya meningkat yang pada gilirannya dapat meningkatkan laba perusahaan.
Pengembangan usaha berarti juga peningkatan lapangan kerja. Dengan usaha baru terdapat posisi tenaga kerja yang harus diisi. Pengisian tenaga pada posisi baru tersebut dapat berasal dari intern atau ekstern perusahaan. Dengan cara seperti ini akan terjadi penciptaan lapangan kerja baru. Pola privatisasi seperti itu juga berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Tambahan modal yang masuk ke perusahaan dapat dipakai untuk menciptakan value added, yang berasal dari peningkatan kegiatan usaha, yang pada akhirnya akan menciptakan pertumbuhan ekonomi.
Privatisasi yang hanya berupa pengalihan saham pemerintah ke pihak lain tidak berdampak langsung pada perusahaan karena tidak mempengaruhi besarnya modal. Yang terjadi adalah perpindahan kepemilikan dari perusahaan tersebut. Dengan pemindahan kepemilikan saham tersebut, hak penerimaan deviden berubah dari pemerintah ke pemilik baru. Sementara itu penerimaan hasil penjualan saham masuk ke APBN yang akan habis dipakai untuk tahun anggaran dimaksud. Dalam jangka pendek mendatangkan cash akan tetapi dalam jangka panjang merugikan APBN karena penerimaan deviden akan berkurang pada tahun-tahun berikutnya.
Dengan mekanisme dan kriteria apapun, tetap ada resiko permainan antara peserta tender dengan pemutus tender. Sebaliknya penjualan saham kepada publik yang jumlah investornya banyak tidak memerlukan proses tender dan hanya melaui proses penjatahan yang berlaku umum dengan jumlah investor relatif banyak. Pola privatisasi ini juga dapat dipakai untuk saran pemerataan kepemilikan asset nasional yang tidak selayaknya dikuasai oleh kelompok minoritas tertentu.
Sesungguhnya kesemuanya ini telah diamanatkan oleh rakyat melalui wakil-wakil di MPR dengan ditetapkannya Ketetapan MPR-RI Nomor IV/MPR/1999 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara Tahun 1999 yang telah mengamanatkan agar dilakukan penyehatan BUMN terutama yang usahanya berkaitan dengan kepentingan umum. BUMN yang usahanya tidak berkaitan dengan kepentingan umum didorong untuk privatisasi melalui pasar modal. Disamping itu privatisasi sebagai bagian dari kebijakan publik diharapkan dapat meningkatkan kinerja perusahaan sector publik.
Privatisasi juga dinyatakan sebagai salah satu kebijakan strategis yang dilakukan oleh manajemen BUMN untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan badan usaha milik negara. Pelaksanaan privatisasi diharapkan dapat menciptakan good corporate governance dilingkungan badan usaha milik negara sekaligus juga mewujudkan good public governance di sektor publik.

KESIMPULAN
Kebijakan ekonomi politik Indonesia dalam hubngannya dengan privatisasi Telkomsel dan Indosat masih belum memihak kepada kepentingan dan kebutuhan publik.
Masih lemahnya hukum dan perundangan yang berhubungan dengan kebijakan privatisasi yang dilakukan pemerintah.
Selain mendapat persetujuan Pemerintah dan DPR RI, Kebijakan privatisasi sebaiknya melibatkan seluruh stackholders yang berhubungan dengan perusahaan yang akan diprivatisasi.
Kebijakan privatisasi dari Telkomsel dan Indosat harus ditinjau kembali dan pemerintah serta DPR RI agar lebih mengetatkan regulasi dan pembuatan perundang-undangan yang dapat memback-up kebijakan Privatisasi.



[1] Ibid.h.135

*Digunakan sebagai catatan mata kuliah Ilmu Ekonomi Politik

Lirik Lagu Taylor Swift - All Too Well

I walked through the door with you, the air was cold
But something about it felt like home somehow
And I left my scarf there at your sister's house
And you still got it in your drawer even now

Oh, your sweet disposition and my wide-eyed gaze
We're singing in the car getting lost upstate
Autumn leaves falling down like pieces into place
And I can picture it after all these days

And I know it's long gone
And that magic's not here no more
And I might be okay
But I'm not fine at all

 'Cause there we are again, on that little town street
You almost ran the red 'cause you were looking over me
Wind in my hair, I was there, I remember it all too well

 Photo album on the counter, your cheeks were turning red
You used to be a little kid with glasses in a twin-size bed
Your mother's telling stories about you on the tee ball team
You tell me about your past, thinking your future was me

And I know it's long gone
And there was nothing else I could do
And I forget about you long enough
 To forget why I needed to

 'Cause there we are again, in the middle of the night
We dance around the kitchen in the refrigerator light
Down the stairs, I was there, I remember it all too well, yeah

Maybe we got lost in translation, maybe I asked for too much
And maybe this thing was a masterpiece 'til you tore it all up
Running scared, I was there, I remember it all too well

And you call me up again just to break me like a promise
 So casually cruel in the name of being honest
I'm a crumpled up piece of paper lying here 'Cause I remember it all, all, all too well

Time won't fly, it's like I'm paralyzed by it
I'd like to be my old self again, but I'm still trying to find it
After plaid shirt days and nights when you made me your own
Now you mail back my things and I walk home alone

But you keep my old scarf from that very first week
 'Cause it reminds you of innocence and it smells like me
 You can't get rid of it 'cause you remember it all too well, yeah

'Cause there we are again, when I loved you so
Back before you lost the one real thing you've ever known
It was rare, I was there, I remember it all too well

Wind in my hair, you were there, you remember it all
Down the stairs, you were there, you remember it all
It was rare, I was there, I remember it all too well

TEORI PILIHAN RASIONAL

II. 1. LATAR BELAKANG LAHIRNYA EKONOMI POLITIK BARU
Proses-proses ekonomi dan proses-proses politik tidak bisa dipisahkan meskipun politik dan ekonomi merupakan disiplin ilmu yang sangat berbeda. Tak peduli bentuk negaranya, sepanjang dua pihak melihat keuntungan dari pertukaran, maka pasar akan terbentuk. Intervensi negara dalam ekonomi adalah hal yang tidak mungkin ditiadakan, karena kenyataannya, pasar diatur oleh institusi-institusi negara dengan paksa. Meskipun dengan alih-alih sebagai pihak ketiga yang memantau jalannya perekonomian, negara, kapanpun siap untuk menginterupsi pasar. Satu hal lagi yang tidak bisa memisahkan Ekonomi dan Politik adalah kecenderungan masyarakat yang tidak bisa hanya dilihat sebagai konsumen dan produsen tetapi juga sebagai warga negara yang notabene merupakan instrumen politik (Deliarnov : 2006).
Dari uraian diatas, sangat tidak lumrah bila ilmu ekonomi dan ilmu politik dibagi atas dua disiplin yang berbeda. Inilah yang coba dibenahi oleh Ekonomi Politik Baru, dimana teori-teori sebelumnya memberikan batasan jelas terhadap disiplin Ekonomi dan Politik, sedangkan Ekonomi Politik Baru beranggapan bahwa Ekonomi dan Politik tidak mungkin terpisahkan dalam penerapannya.
Logika sederhana mengatakan bahwa ekonomi dan politik dapat diakomodasikan ke dalam sebuah prinsip pengambilan keputusan tunggal tentang perilaku manusia yang didasarkan pada rasionalitas individu. Jika individu dapat menata pilihan-pilihan atau alternatif-alternatif dalam setting pasar, mereka tentu juga dapat menatanya dalam setting politik, karena dalam kedua setting tersebut para pelaku atau aktornya dilandaskan pada kepentingan individu[1].
Ekonomi politik baru berusaha menjembatani antara ilmu ekonomi yang canggih dalam menelaah fenomena-fenomena ekonomi dari perspektif mekanisme pasar dengan fenomena-fenomena dan kelembagaan nonpasar pada bidang-bidang politik.
Dijelaskan oleh Willian Mitchell (1968 dalam Deliarnov), sistem-sistem politik harus dipandang tidak hanya sebagai mekanisme pilihan untuk mengambil keputusan-keputusan ekonomi yang berdampak terhadap ekonomi privat, tetapi juga sebagai alat bantu yang ekonomi dalam pengambilan keputusan perihal anggaran atau produksi dan distribusi barang-barang dan jasa publik. Institusi – institusi menjadi fokus perhatian bagi ekonom politik baru[2].
Salah satu teori dalam Ekonomi Politik Baru adalah Teori Pilihan Rasional

II.2. DEFINISI TEORI PILIHAN RASIONAL
Buchanan (1972) menjelaskan bahwa Teori Pilihan Rasional adalah teori ekonomi neoklasik yang diterapkan pada sektor publik yang mencoba menjembatai antara ekonomi mikro dan politik dengan melihat pada tindakan warga, politisi, dan pelayan publik sebagai analogi terhadap kepentingan pribadi dan konsumen. Jika demikian, maka kita harus melihat bagaimana Adam Smith, pengarang The Wealth of Nation (1776), menjelaskan bahwa “orang betindak untuk mengejar kepentingan pribadi mereka, melalui mekanisme “the invisible hand” menghasilkan keuntungan kolektif yang memberi manfaat pada seluruh masyarakat”.

Secara umum, rasionalitas yang dikembangkan oleh pakar-pakar ekonomi politik baru, terutama dalam pilihan rasional, terkait dengan konsep – konsep seperti kesukaan / preferensi (preference), kepercayaan (beliefs), peluang (opportunities), dan tindakan (action)[3].

Menurut William H. Riker dalam Political Science and Rational Choice (1994 dalam Deliarnov), model pilihan rasional terdiri atas elemen-elemen berikut :
1.      Para aktor dapat merangking tujuan-tujuan, nilai-nilai, selera, dan strategi-strategi mereka.
2.      Para aktor dapat memilih alternatif terbaik yang bisa memaksimumkan kepuasan mereka.

Ilustrasinya adalah semisal ada seorang pemilik toko roti yang memiliki motivasi untuk memperkaya diri mereka dengan keuntungan yang besar. Pilihan yang dia punya adalah, (1) mengeruk keuntungan dengan menekan biaya produksi dengan menggunakan bahan pembuat roti dengan kualitas rendah atau (2) mendapat keuntungan dengan menjual kualitas roti terbaik. Setelah melakukan perangkingan tukang roti tersebut mendapatkan solusi  untuk mendapatkan keuntungan yang besar tersebut dipengaruhi oleh produk roti yang harganya murah tetapi dengan kualitas yang lebih tinggi daripada pengusaha toko roti lainnya. Roti dengan kualitas tinggi namun dengan harga yang murah akan membuat orang tertarik dan merasa lebih diuntungkan karena harganya yang murah (terjangkau).

Buchanan dan Tullock (1962) menyebutkan dua asumsi kunci teori pilihan rasional:
1.       Individu yang rata-rata lebih tertarik untuk memaksimalkan utilitas (kegunaan). Hal ini berarti preferensi individu-nya akan mengarah pada pilihan-pilihan yang dapat memaksimalkan keuntungan dan meminimalkan biaya.
2.      Hanya individu yang membuat keputusan, bukan kolektif. Hal tersebut dikenal sebagai metodologis individualisme dan menganggap bahwa keputusan kolektif adalah agregasi dari pilihan individu.

Heckathorn, dalam (Ritzer and Smart, 2001), memandang bahwa memilih itu sebagai tindakan yang bersifat rasional dimana pilihan tersebut sangat menekankan pada prinsip efisiensi dalam mencapai tujuan dari sebuah tindakan. Asumsi pokok dalam pilihan rasional tersebut adalah sebagai berikut:

Pada bagian lain, Heckathorn juga menyatakan bahwa, dilihat dari struktur umum teori pilihan rasional, ternyata mencakup beberapa terminologi teoritik sebagai berikut; (1) Sekumpulan aktor yang berfungsi sebagai pemain dalam sistem, (2) Alternatif-alternatif yang tersedia bagi masing-masing aktor, (3) Seperangkat hasil yang mungkin diperoleh dari sejumlah alternatif yang tersedia bagi aktor, (3) Seperangkat hasil yang mungkin diperoleh dari sejumlah alternatif yang tersedia bgai aktor, (4) Pemilihan kemungkinan hasil oleh aktor dan (5) Harapan aktor terhadap akibat dari parameter-parameter sistem.

Coleman (1994) memberikan gagasan mengenai teori pilihan rasional bahwa “orang-orang bertindak secara purposif menuju tujuan, dengan tujuan (dan demikian juga tindakan-tindakan) yang dibentuk oleh nilai-nilai atau preferensi”. Dia juga menambahkan bahwa bagi aktor rasional yang berasal dari ekonomi, dalam memilih tindakan-tindakan tersebut seorang aktor akan lebih memaksimalkan utilitas, atau pemenuhan kepuasan kebutuhan dan keinginan mereka. Jadi pada intinya konsep yang tepat mengenai pilihan rasional adalah ketika seseorang memilih tindakan yang dapat memaksimalkan kegunaan atau yang dapat memuaskan keinginan dan kebutuhan mereka.

Dasar untuk semua bentuk teori pilihan rasional adalah asumsi bahwa fenomena sosial yang kompleks dapat dijelaskan dalam kerangka dasar tindakan individu dimana mereka tersusun (Scott, 2009). Scott menyatakan bahwa, “unit elementer kehidupan sosial adalah tindakan individu. Untuk menjelaskan lembaga sosial dan perubahan sosial adalah dengan menunjukkan bagaimana mereka timbul sebagai akibat dari aksi dan interaksi antar individu”.

Dalam teori pilihan rasional Scott, individu didorong oleh keinginan atau tujuan yang mengungkapkan peferensi. Mereka bertindak dengan spesifik, mengingat kendala dan atas dasar informasi yang mereka miliki tentang kondisi dimana mereka bertinfak. Paling sederhadan, hubungan antara preferensi dan kendala dapat dilihat dalam istilah-istilah teknis yang murni dari hubungan tentang sbuah sarana untuk mencapai tujuan. Karena tidak mungkin bagi incividu untuk mencapai semua dari berbagai hal yang mereka inginkan, mereka juga harus membuat pilihan dalam kaitannya dengan tujuannya dan sarana untuk mecapai tujuan tersebut. Teori pilihan rasional berpendapat bahwa individu harus mengantisipasi hasil alteratif tindakan dan menghitung mana yang lebih baik. Rasional individu dalam memilih alternatif-lah yang akan memberikan mereka kepuasan.

Kaum klasik menegaskan bahwa manusia rasional adalah yang selalu berusaha memilih alternatif terbaik dari berbagai pilihan yang tersedia, sesuai kendala dan keterbatasan yang dimiliki. Bagi pakar ekonomi politik baru, yang penting adalah bahwa pilihan rasional bisa dilaksanakan, baik oleh pribadi-pribadi atau oleh pemerintah. Mereka tidak menolak kerangka eksistensi politik, tetapi mereka mengasumsikan bahwa perilaku politik dan institusi-institutsi politik bisa dianalisis seperti halnya perilaku ekonomi dan institusi-institusi pasar[4]. Konsep pilihan rasional bisa diaplikasikan pada pemerintah sebagai aktor atau pada pemilih individu dalam pemilu.
Teori pilihan rasional memang berakar kuat pada pemahaman ekonomi yang merasionalkan pilihan pada tingkatan efisiensi yang dicapai dari sebuah proses tindakan seseorang maupun secara kolektif. Namun demikian, dalam perkembangannya teori ini dapat digunakan untuk mejelaskan fenomena yang terjadi pada berbagai macam disiplin ilmu termasuk di dalamnya bagaimana menjelaskan sebuah pilihan tindakan yang dilakukan oleh birokrasi dalm perumusan kebijakan publik.

Sudah menjadi sebuah rahasia umum bahwa birokrasi dan kebijakan publik adalah sangat dipengaruhi oleh konstelasi politik yang sedang berkuasa. Sehingga, berdasarakan apa yang dijelaskan oleh Buchanan, sebuah kebijakan publik bisa jadi merupakan sebuah alat yang digunakan oleh aktor politik tertentu dalam mencapai tujuan atau memaksimalkan kepentingan pribadinya.

Sebagaimana Tullock yang mencoba menjelaskan apa yang diinginkan oleh birokasi jika birokrat merupakan pemaksimal utilitas kepentingan pribadi. Dia mengatakan bahwa, secara rasional, birokrat berkepentingan dalam memaksimalkan utilitas melalui peningkatan karis, dan peningkatan tersebut berdasarkan pada kesesuaian sistem birokrasi yang seringkali tergantung pada rekomendasi atasan. Jika ini yang terjadi maka secara rasional birokrat hanya akan berusaha menyenangkan atasan dan menempatkan dirinya dalam sebuah kondisi yang diinginkan atasan. Dan untuk mendukung itu, seorang birokrat akan menyediakan iformasi yang mencerminkan keinginannya dan menyembunyikan informasi yang bertentangan.

Ilustrasi yang disampaikan Gordon Tullock tersebut adalah sebuah paradoks dalam kebijakan publik. Sebuah kebijakan publik harus didasarkan pada pencapaian tujuan yang berakhir pada solusi pemecahan permasalahan publik. Jika yang terjadi demikian (seperti yang terjadi dalam ilustrasi Tullock) maka bisa dipastikan bahwa kurangya informasi yang relevan dengan kenyataan akan membuat kualitas kebijakan publik yang dibuat tidak akan sampai pada pemecahan permasalahan publik tetapi hanya akan sampai pada penigkatan citra diri secara politis.

Bunchanan dan Tullock telah memberikan asumsi dasar dalam teori pilihan rasional bahwa keputusan kolektif merupakan agregasi dari keputusan individual. Dalam sebuah birokrasi sudah menjadi keharusan bahwa individu-individu yang terhimpun di dalamnya haruslah mendasarkan setiap rasionalisasi keputusannya pada pertimbangan biaya dan keuntungan (efisiensi). Seperti yang dijelaskan oleh para ahli, bahwa sebuah pilihan tindakan yang rasional harus dihadapkan pada pemenuhan utilitas suatu kebutuhan. Dalam merumuskan kebijakan publik, yang merupakan sebuah instrumen dalam memecahkan permasalahan publik, para aktor pembuat kebijakan harus bisa memilih tindakan yang didalamnya sudah mecakup asas-asas efisiensi dimana efisiensi dipahami sebagai analisis biaya-keuntungan yaitu meminimalkan biaya dan memaksimalkan keuntungan.
II.3. CONTOH KASUS
Misalnya dalam menaikkan harga BBM di kala harga minyak dunia semakin melambung akibat adanya ketegangan geo-politik antara Amerika dan Iran di teluk. Opsi kenaikan harga BBM akan menyebabkan subsidi ikut naik sehingga memotong subsidi dianggap sebagai pilihan rasional dalam menghadapi permasalahan naiknya harga minyak dunia tersebut. Namun apakah rasionalitas tersebut kemudian tidak memperhatikan dampak sosial yang lain? Bisa kita lihat, harga BBM yang masih direncanakan akan naik per 1 April 2012 itu sudah membawa ketidak-kondusifan dalam masyarakat. Banyak harga bahan pokok yang sudah naik duluan bahkan di beberapa tempat harga BBM sengaja dinaikkan dengan alasan kelangkaan. Berbagai kekacauan akibat demonstrasi massa penolakan kenaikan harga BBM juga menjadi pemandangan yang akrab dilihat oleh masyarakat. Sehingga akan menjadi sebuah tindakan yang tidak rasional apabila kebijakan pemerintah tersebut masih menggunakan analogi kacamata kuda dalam merasionalkan tindakannya.

Dengan demikian, dalam kaitannya dengan rasionalitas tindakan pembuatan kebijakan publik, tidak semata-mata didasarkan pada efisiensi anggaran semata. Sebagaimana dinyatakan di awal bahwa kebijakan publik haruslah sampai pada akar permasalahan publik sehingga dapat menjadi solusi. Memaksimalkan keuntungan dan meminimalkan biaya, dala kaitannya dengan rasionalitas pemilihan tindakan tersebut harus memperhatikan berbagai macam aspek dan bukan hanya tergantung pada kepentingan pribadi saja. Sebagai contoh adalah opsi kenaikan harga BBM. Dari aspek ekonomi makro, kenaikan ini akan mempertahankan anggaran dengan asumsi subsidi dikurangi atau tetap sehingga tidak mengganggu alokasi anggaran yang lain. Namun demikian dampak sosial yang terjadi, seperti halnya tindakan anarkis para demonstran, justru akan semakin membuat cost yang semakin tinggi. Kenaikan harga BBM yang diikuti dengan naiknya sejumlah kebutuhan publik akan menyebabkan daya beli masyarakat menjadi rendah sehingga akan meyebabkan kemiskinan struktural dimana-mana. Seharusnya kenaikan harga minyak dunia harus diimbangi dengan naiknya subsidi. kenaikan subsidi bisa diambilkan dari pemotongan anggaran tunjangan anggota dewan dan bukan dengan memotong anggaran yang dimiliki oleh kementrian. Memotong anggaran kementrian sama halnya dengan membatasi ruang gerak eksekutif dalam melaksanakan agenda pembangunan.

Subsidi BBM adalah hal yang paling rasional apabila kita melihat permasalahan bangsa ini. Dengan catatan bahwa yang dapat menikmati subsidi tersebut adalah benar-benar rakyat yang tidak mampu. Pemberian BLT hanya akan mendidik rakyat menjadi pasif dan tidak berkembang. Dan kembali pemerintah harus menggunakan filosofi lebih baik memberi kail dan umpan daripada hanya sekedar memberi ikan

II. 4. TANGGAPAN TERHADAP TEORI PILIHAN RASIONAL

Banyak pujian diberikan pada pendekatan pilihan rasional. Ada yang mengatakan pendekatan ini elegan, sangat sederhana tetapi besar manfaanya Pendekatan pilihan rasional bisa diaplikasian dalam berbagai analisis dan perspektif, antara lain bisa digunakan untuk menunjukan bagaimana perilaku diinterpretasikan sesuai ideologi atau budaya, dan bisa pula digunakan untuk membantu pengambil keputusan untuk memilih keputusan yang lebih baik[5].
Namun keberhasilan teori model pilihan rasional ini masih diragukan jika diterapkan di luar batas demokrasi liberal anglo saxon, terutama teletak pada asumsi yang digunakan, yaitu bahwa semua aktor (individu atau institusi, termasuk agen-agen dan institusi – institusi politik) selalu bertindak rasional. Dalam kenyataannya, tidak semua orang termasuk para agen politik bertindak rasional. Sebagian bahkan melakukan kesalahan berulang-ulang.
Atas kelemahan tersebut, banyak pakar-pakar sosial yang mengecam pendekatan pilihan rasional yang menjadikan manusia sebagai objek atau mesin yang disetir oleh kekuatan-kekuatan mekanis dan mengabaikan aspek kemanusiaan. Dalam pendekatan pilihan rasional, hampir tidak ada ruan untuk maksud-maksud humanis, kecuali sebagai respon otomatis terhadap kekuatan-keuatan material.

KESIMPULAN
Teori pilihan rasional adalah sebuah konsep yang menjelaskan bagaimana memilih tindakan yang dapat memaksimalkan kegunaan atau yang dapat memuaskan keinginan dan kebutuhan mereka atau dengan kata lain memaksimalkan keuntungan dan meminimalisir biaya. Meskipun teori ini berakar pada ilmu ekonomi, namun dalam perkembangannya teori ini dapat digunakan untuk mejelaskan fenomena yang terjadi pada berbagai macam disiplin ilmu termasuk di dalamnya bagaimana menjelaskan sebuah pilihan tindakan yang dilakukan oleh birokrasi dalm perumusan kebijakan publik.

Birokrasi yang baik adalah birokrasi yang mampu menghadirkan kemanfaatan bagi publik melalui kebijakan-kebijakan publik yang unggul. Sehingga rasionalitas pola pikir manajer tertinggi dalam sebuah birokrasi akan sangat menentukan ragam kebijakan yang dihasilkannya. Dan yang terpenting adalah bahwa setiap pilihan rasional yang diambil bukan hanya semata-mata dihadapkan pada pemenuhan kepentingan pribadi semata tetapi juga harus mampu mencakup semua aspek-aspek strategis yang menentukan kemajuan atau kemunduran dari sebuah sistem publik. Dengan demikian pilihan rasional dari sebuah pemilihan tindakan birokrasi akan sangat ditentukan oleh rasionalitas seperti apa yang dimiliki oleh pimpinan birokrasi tersebut. 
Daftar pustaka

·         Deliarnov. 2006. “ekonomi politik”. Jakarta:  Erlangga.
·         Coleman, James S, Dasar-Dasar Teori Sosial, Bandung : Nusa Media, 2008.
·         http://www./2home.sol.no/-hmelberg/papers/950520. 15/10/12.



[1] Ibid.h.132
[2] Ibid.h.134
[3] Ibid.
[4] Ibid.h.135
[5] Ibid.h.137.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...